KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “ STRUKTUR KETATANEGARAAN
RI PASCA AMANDEMEN UUD 1945” ini.
Struktur
Ketatanegaraan Ri Pasca Amandemen UUD 1945
adalah suatu susunan pemerintahan
yang disusun berdasarkan
persetujuan bersama atas nama rakyat Indonesia. Struktur ini mengalami beberapa
perubahan berkaitan dengan adanya amandemen UUD 1945. Kami berharap semoga
dengan adanya makalah ini dapat membantu kita untuk lebih mengetahui tentang Struktur
Ketatanegaraan Ri Pasca Amandemen UUD 1945
Kami sadar bahwa dalam
menyusun makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami
sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
latar Belakang
Salah satu tuntutan
reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah dibangunnya suatu sistem
ketatanegaraan Indonesia yang berbasis secara murni dan konsekuen pada paham
kedaulatan rakyat yang mampu membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara
yang dicita-citakan, maka perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan langkah
strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh Bangsa Indonesia.Dapat kita ketahui
bahwa Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan RI beberapa tahun ini mengalami perubahan yang sangat
mendasar mengenai system ketatanegaraan. Perubahan mendasar setelah
empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula
terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan penjelasannya, berubah menjadi hanya
terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945, yang semula ada
dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI
tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya sebagian dimasukkan,
diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen.
Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan
pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.
B.
Rumusan masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan negara?
2. Bagaimanakah
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945?
3. Bagaimanakah
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sebelum amandemen?
4. Bagaimanakah
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia setelah amandemen?
5. Bagaimanakah
pembagian kekuasaan di negara Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA
A. NEGARA
Sebelum kita membahas tentang sistem ketatanegaraan,
terlebih dahulu kita harus tahu apa itu negara. Menurut Max Weber, negara
merupakan masyarakat yang terintegrasi dan memiliki wewenang memaksa pada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat. Sedangkan menurut
Logemann, negara merupakan organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan
kekuasaannya mengatur/mengurus satu masyarakat tertentu. Dan menurut
International Encyclopaedia, negara merupakan sekumpulan rakyat (bangsa) yang
mendiami suatu wilayah tertentu dan diorganisir dibawah satu pemerintahan yang
biasanya berdaulat kedalam dan keluar.
1. Sifat /
karakteristik negara
1. Sifat memaksa
·
Negara
menetapkan peraturan yang bersifat memaksa mengenai tingkah laku orang yang
berada dalam wilayah kekuasaannya dan harus dipatuhi.
·
Negara
mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan agar orang tunduk pada peraturan negara,
apabila perlu dengan paksaan fisik.
·
Hak
negara ini bersifat legal. agar tercipta tata tertib dan menghindari tindakan
anarki.
·
Paksaan
fisik dapat pula berlaku terhadap hak milik (penyitaan, pemusnahan).
2. Sifat monopoli
·
Negara
menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.
·
Dalam
batas tertentu dan berdasarkan aturan tertentu, negara dapat menyatakan suatu
aliran kepercayaan / aliran politik dilarang karena bertentangan dengan
pandangan hidup bangsa.
·
Negara
mengatasi paham perseorangan dan paham golongan.
·
Negara
menetapkan mata uang, penetapan pajak, kewarganegaraan, dan sebagainya.
·
3.
Sifat mencakup semua
·
Kekuasaan
mengatur yang dimiliki negara berlaku untuk semua orang / warga negara,
sehingga tidak ada yang mendapatkan perlakuan khusus atau istimewa.
2. Unsur dari
sebuah negara
a) Penduduk : Penduduk adalah semua orang
yang pada suatu waktu bertempat tinggal mendiami (menetap dalam) wilayah negara
tertentu.
b) Wilayah : Wilayah adalah daerah teritorial
tertentu sebagai tempat kedudukan suatu negara, dalam mana kekuasaan negara
berlaku atas seluruh penduduk yang bertempat tinggal menetap didalam daerah
teritorial tersebut.
c) Pemerintah : Pemerintah adalah
organisasi yang mengatur, menyelenggarakan dan melaksanakan kekuasaan negara.
3. Tujuan Negara:
·
Melaksanakan
ketertiban (law and order)
·
Menegakkan
keadilan
·
Menyelenggarakan
pertahanan
·
Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
4. Tujuan Negara
Indonesia:
·
Melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
·
Memajukan
kesejahteraan umum.
·
Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
·
Ikut
melaksanakan ketertiban dunia.
·
Atau
terciptanya masyarakat yang adil, makmur, merata materiil spritual.
5. Fungsi Negara:
·
Konsitutif
yaitu menyelenggarakan kedaulatan rakyat, menetapkan UUD dan GBHN (dilaksanakan
MPR).
·
Eksekutif
yaitu menyelenggarkan kekuasaan negara (dilaksanakan Presiden)
·
Legislatif
yaitu membentuk undang-undang (dilaksanakan Presiden dengan persetujuan DPR
·
Kontrol
yaitu mengawasi tindakan Presiden (dilaksanakan DPR)
·
Yudikatif
yaitu menyelenggarakan kekuasaan Kehakiman (dilaksanakan MA)
·
Auditif
/ inspektif yaitu menyelenggarakan pemeriksaan atas tanggungjawab keuangan
negara (dilaksanakan BPR)
·
Konsultatif
yaitu memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan mengajukan saran /
pertimbangan kepada pemerintah (dilaksanakan DPA).
B. Sistem
ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
1. BerdasarkanPancasila
Kata pancasila berasal dari bahasa
India, yakni bahasa sansakerta Pancasila mempunyai 2 arti: Panca yang berartu
lima, dan Sila yang berarati sandi, alas, atau dasar atau bisa juga berarti
peraturan, tingkah laku yang penting,baik, dan senonoh. Dengan kata lain,
Pancasila adalah lima nilai luhur yang ada dan berkembang bersama bangsa
Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa kolonialisme. Hal ini
sekaligus menjadi warna dan sikap pandangan hidup bangsa Indonesia hingga
secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan menjadi Dasar Negara
Republik Indonesia. Pancasila merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, dasar Negara
dan sebagai sistem filsafat. Disamping itu, pancasila merupakan tujuan hidup
bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan pandangan hidup, kesadaran,
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang berberurat akar didalam
kebudayaan bangsa Indonesia.
2. BerdasarkanUndang-UndangDasar
a. Pengertian,
kedudukan. sifat dan fungsi UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
atau UUD 45 adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945
disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku konstitusi RIS, dan
sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5
Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi
oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002. UUD 1945
mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebelum dilakukan perubahan, UUD 1945 terdiri atas
Pembukaan, Batang tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat(16 ayat berasal dari 16
pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang
terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan
Tambahan), serta penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945
memilki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2
pasalAturanTambahan.
Dalam risalah sidang tahunan MPR tahun 2002, ditebitkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Satu Naskah
sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini. Badan Penyidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah
Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang
berlangsung dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan
tentang “Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila.
Kemudian BPUPK membentuk panitia kecil yang terdiri dari 8 orang untuk
menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni1945, 38 anggota BPUPK
membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945.
Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah
Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus
1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata
"Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di
Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli1945. Tanggal 18 Agustus1945, PPKI mengesahkan UUD 1945
sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak
dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada
tanggal 16 Oktober1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan
legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensiel (Semi-Parlementer) yang pertama, sehingga peristiwa ini
merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan
menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun
pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang
murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan
beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada
pihak swasta untuk menghancurkan hutan dan sumber alam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi
konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah
dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan
perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi
di tangan MPR (dan pada kenyataannya
bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami
4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Pasal-pasal UUD 1945 yang diamandemen:
PERTAMA
(19-10-1999)
|
KEDUA
(18-08-2000)
|
KETIGA
(10-11-2001)
|
KEEMPAT
(10-08-2002)
|
|||
Pasal 5 ayat 1
|
Pasal 18
|
Pasal 1 ayat 2 dan 3
|
Pasal 2 ayat 1
|
|||
Pasal 7
|
Pasal 18 A
|
Pasal 3 ayat 1,3,4
|
Pasal 8 ayat 3
|
|||
Pasal 9
|
Pasal 18 B
|
Pasal 6 ayat 1 dan 2
|
Pasal 23 B
|
|||
Pasal 13 ayat 2,3
|
Pasal 19
|
Pasal 6 ayat 1,2,3 dan 5
|
Pasal 23 D
|
|||
Pasal 14
|
Pasal 20 ayat 5
|
Pasal 7A
|
Pasal 24 ayat 3
|
|||
Pasal 15
|
Pasal 20 A
|
Pasal 7B ayat 1,2,3,4,5,6, dan 7
|
Pasal 31 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5
|
|||
Pasal 17 ayat 2
|
Pasal 22 A
|
Pasal 7 C
|
Pasal 32 ayat 1 dan 2
|
|||
Pasal 17 ayat 3
|
Pasal 22 B
|
Pasal 8 ayat 1, 2
|
Pasal 33 ayat 4 dan 5
|
|||
Pasal 20
|
Bab IX A Pasal 25E
|
Pasal 11 ayat 2, 3
|
Pasal 34 ayat 1, 2, 3, dan 4
|
|||
Pasal 21
|
Pasal 26 ayat 2 dan 3
|
Pasal 17 ayat 4
|
Pasal 37 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5
|
|||
Pasal 27 ayat 3
|
Bab IV A pasal 22C ayat 1,2,3, dan 4
|
Aturan peralihan pasal I. II. III
|
||||
Bab X a pasal 28 A, 28 B, 28 C, 28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28
J
|
Pasal 22 D ayat 1,2, dan 3
|
Aturan Tambahan pasal I dan II
|
||||
Bab XII Pasal 30
|
Pasal 23 A
|
|||||
Bab XV Pasal 36 A
|
Pasal 23 C
|
|||||
Bab XV Pasal 36 B, 26 C
|
Bab VII A pasal 23 B ayat 1,2, dan 3
|
|||||
Pasal 23 F ayat 1, 2
|
||||||
Pasal 23 G ayat 1, 2
|
||||||
Pasal
24 ayat 1, 2
|
||||||
Pasal
24 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5
|
||||||
Pasal
24 B ayat 1, 2, 3, dan 4
|
||||||
Pasal
24 B ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
|
||||||
b.
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945
1) Makna pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Apabila UUD merupakan sumber hukum tertinggi
yang berlaku di Indonesia, maka pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari
motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan
sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakan baik dalam
lingkungan nasional, maupun dalam hubungan bangsa-bangsa di Dunia. Pembukaan
yang telah dirumuskan secara khidmat dalam (4) alenia itu, setiap alenia dan
kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai
yang universal dan lestari. Universal karena mengandung nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang berada dimuka bumi. Lestari, karena
mengandung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan
bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia tetap setia terhadap Negara
proklamasi 17 Agustus 1945.
2) Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945
Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945,
menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . dengan
pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka , tetapi akan
terus berdiri di barisan paling depan untuk menentang dan menghapuskan
penjajahan diatas dunia.
Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan
peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. ini juga berarti
adanya kesadaran bahwa, keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan
kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan dating
Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa
yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan
kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi spiritual, bahwa maksud
dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkahi oleh Allah Yang Maha Kuasa
Alenia keempat merumuskan dengan padat
sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia
setelah menyatakan dirinya merdeka. Tujuan perjuangan bangsa Indonesia
dirumuskan dengan: “Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
serta seluruh tumph darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Sedangkan
prinsip besar yang tetap dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan
menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila.
c.
Batang Tubuh UUD 1945
UUD 1945 yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal
aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan, yang mengandung semangat dan
merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan
UUD 1945, juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan terpadu.
Didalamnya berisi materi yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
Pasal-pasal yang berisi
materi sistem pmerintahan Negara, didalamnya termasuk pengaturan kedudukan,
tugas, wewenang dan berkesinambungan dengan kelembagaan Negara.
Pasal-pasal yang berisi
materi hubungan Negara dengan warga Negara dan penduduknya serta dengan
dipertegas dalam pembukaan UUD 1945, yang berisi konsepsi Negara diberbagai
bidang: PolEkSosHanKam dan lain-lain.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia di jelaskan
dengan terang dan sisematis dalam penjelasan UUD 1945, didalam penjelasan itu
dikenal 7 buah kunci pokok:
1. Indonesia adalah Negara
yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaan).NegaraIndonesia berdasarkan atas hukum tidak
berdasarkan atas kekuatan belaka (Machtsstaan).
2.
Sistem konstitusional.Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi,tidak
bersifat absolutism.
3.
Kekuasaan Negara yang tertinggi,ditangan MPR (Die gezamte staat gewalt
lieght elleim beir der majelis). Kedaulatan rakyat di pegang oleh suatu
badan yang bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Tugas dan
wewenang MPR yang menentukan jalanya bangsa dan negara yaitu berupa :
·
Menetapkan UUD
·
Menetapkan GBHN
·
Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
4.
Presiden adalah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di
bawah MPR, penjelasan UUD 1945 menyatakan dibawah MPR, Presiden ialah
penyelenggara kekuasaan tertinggi.
5.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, juga dijelaskan dalam
UUD 1945.
6.
Menteri Negara adalah pembantu presiden. Mentri Negara tidak
bertanggungjawab kepada DPR. Penjelasan UUD 1945 menyatakan :’’Presiden
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri Negara.”
7.
Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas. Penjelasan UUD 1945
menyatakan: meskipun kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan
diktator artinya kekuasaannya tidak terbatas.
Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejak dari perubahan
pertama pada tahun 1999 sampai perubahan keempat pada tahun 2002.
Perubahan-perubahan itu juga meliputi materi yang sangat banyak, sehingga
mencakup lebih dari 3 kali lipat jumlah materi muatan asli UUD 1945. Jika
naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali
mengalami perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya mencakup 199
butir ketentuan.
Sehubungan
dengan itu penting disadari bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia setelah
Perubahan Keempat UUD 1945 itu telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat
mendasar. Perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme
struktural organ-organ negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi
dijelaskan menurut cara berpikir lama. Banyak pokok-pokok pikiran baru yang
diadopsikan ke dalam kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya adalah:
I.
Penegasan
dianutnya citademokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi
secara komplamenter;
II.
Pemisahan
kekuasaan dan prinsip “checks and balances’
III.
Pemurnian
system Pemerintah Presidensial; dan
IV.
Penguatan
cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
I. CITA DEMOKRASI DAN NOMOKRASI
Negara
Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat atau democratie(democracy).
Pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan yang sesungguhnya
adalah berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan bahkan
diidealkan diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Dalam sistem
konstitusional Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat itu
disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan
dalam hukum dan konstitusi(constitutional democracy). Karena itu,
prinsip kedaulatan rakyat (democratie)dan kedaulatan hukum (nomocratie)
hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang
yang sama. Untuk itu, Undang-Undang Dasar Negara kita menganut pengertian bahwa
Negara Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi (democratische
rechtstaat)dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasarkan atau
hukum(constitutional democracy) yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Kedaulatan
rakyat (democratie) Indonesia itu diselenggarakan secara langsung dan
melalui sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat itu diwujudkan
dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah; Presiden
dan Wakil Presiden ; dan kekuasaan Kehakiman yang terdiri atas Mahkamah
Konstitusidan Mahkamah Agung. Dalam menetukan kebijakan pokok pemerintahan dan
mengatur ketentuan-ketentuan hukum berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang
(fungsi Legislatif), serta dalam menjalankan fungsi pengawasan (fungsi
kontrol) terhadap jalannya pemerintahan, pelembagaan kedaulatan rakyat itu
disalurkan melalui sistem perwakilan. Yaitu melalui Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah,
Propinsi dan Kabupaten/Kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan
melalui sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penyaluran
kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy) dilakukan melalui
pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan dan memilih Presiden
dan Wakil Presiden. Disamping itu, kedaulatan rakyat dapat pula disalurkan
setiap waktu melalui pelaksanaan hak dan kebebasan berpendapat, hak atas
kebebasan pers, hak atas kebebasan informasi, kebebasan pers, hak atas kebebasan
berorganisasi dan berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar. Namun, prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat langsung
itu hendaklah dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan prosedur
demokrasi (procedural democracy).
Bersamaan
dengan itu, negara Indonesia juga disebut sebagai Negara Hukum (Rechtstaat),
bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). Di dalamnya terkandung pengertian
adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hokum dan konstitusi, dianutnya
prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang
diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia
dalam Undang-Undang dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak
memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin
keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam paham negara hukum
yang sedemikian itu, pada hakikatnya hukum itu sendirilah yang menjadi penentu
segalanya sesuai dengan prinsip nomokrasi (nomcrasy) dan doktrin ‘the
Rule of Law, and not of Man’. Dalam kerangka ‘the rule of Law’ itu,
diyakini adanya pengakuan bahwa hukum itu mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy
of law), adanya persamaan dalam hukum dan pemerintah (equality before
the law), dan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya dalam
kenyataan praktek (due process of law). Namun demikian, harus pula ada
jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada
pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum
hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau
kedaulatan rakyat(democratische rechtsstaat). Hukum tidak boleh dibuat,
ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan
belaka(Machtstaat). Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan dengan
mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.
Puncak
kekuasaan hukum itu diletakkan pada konstitusi yang pada hakikatnya merupakan
dokumen kesepakatan tentang sistem kenegaraan tertinggi. Bahkan, dalam sistem
Presidensil yang dikembangkan, konstitusi itulah yang pada hakikatnya merupakan
Kepala Negara Republik Indonesia yang bersifat simbolik (symbolic head of
state), dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai penyangga atau ‘the
guardian of the Indonesian constitution’. Ketentuan mengenai cita-cita
negara hukum ini secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang
menyatakan: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Sebelum ini, rumusan naskah
asli UUD 1945 tidak mencantumkan ketentuan mengenai negara hukum ini, kecuali
hanya dalam penjelasan UUD 1945 yang menggunakan istilah ‘rechtsstaat’. Rumusan
eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum baru terdapat dalam Konstitusi
Republik Indonesia Serikat tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar SementaraTahun
1950. Untuk mengatasi kekuarangan itulah maka dalam perubahan ketiga UUD 1945,
ide negara hukum (rechtstaat atau the rule of law) itu diadopsikan
secara tegas ke dalam rumusan pasal UUD, yaitu pasal 1 ayat(3) tersebut diatas.
Sementara itu, ketentuan mengenai prinsip kedaulatan rakyat terdapat dalam
pembukaan dan juga pada pasal 1 ayat (2). Cita-cita kedaulatan tergambar dalam
pembukaan UUD 1945, terutama dalam rumusan alinea IV tentang dasar negara yang
kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila. Dalam alinea ini, cita-cita
kerakyatan dirumuskan secara jelas sebagai “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.Sedangkan dalam rumusan
pasal 1 ayat (2), semangat kerakyatan itu ditegaskan dalam ketentuan yang
menegaskan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”.
II. PEMISAHAN KEKUASAAN DAN PRINSIP “CHECKS AND BALANCES”
Prinsip
kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya
diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan
seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai
lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis
inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam
lembaga-lembaga tinggi negara yang berada dibawahnya. Karena itu, prinsip yang
dianut disebut sebagai prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power).
Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil perubahan, prinsip kedaulatan
rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara
memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang
dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling
mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip ‘checks and balaces’.
Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat,
tetapi majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan
lembaga negara lainnya. Untuk melengkapi pelaksanaan tugas-tugas pengawasan,
disamping lembaga legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang
kekuasaan eksekutif berada ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk
memberikan nasehat dan saran kepada Presiden dan WakilPresiden, dibentuk pula
Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap
merupakan rumah penjelmaan seluruh rakyat yang strukturnya dikembangkan dalam
dua kamar, yaitu DewanPerwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Oleh karena itu, prinsip perwakilan daerah dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
harus dibedakan hakikatnya dari prinsip perwakilan rakyat dalam Dewan
Perwakilan Rakyat. Maksudnya ialah agar seluruh aspirasi rakyat benar-benar
dapat dijelmakan ke dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua
pintu.
Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu
adalah sederajat dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama
sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip “Check
and balances.” Dengan adanya prinsip “Check and balances” ini, maka
kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan
sesebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara
negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam
lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan
sebaik-baiknya. Pasal-pasal yang dapat dianggap mencerminkan perubahan tersebut
antara lain adalah perubahan ketentuan pasal 5, terutama ayat (1) juncto pasal
20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) yang secara jelas menentukan bahwa fungsi
legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala
eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan mengenai kewenangan MPR yang tidak
lagi dijadikan tempat kemana presiden harus bertanggungjawab atau menyampaikan
pertanggung-jawaban jabatannya. Selain itu, ketentuan mengenai Mahkamah
Konstitusi yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian atas Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24 ayat (1) juga
mencerminkan dianutnya asas pemisahan kekuasaan dan prinsip “check and
balances’ antara cabangkekuasaan legislatif dan yudikatif. Ketiga ketentuan
itu memastikan tafsirberkenaan dengan terjadinya pergeseran MPR dari
kedudukannya sebagai lembaga tertinggi menjadi lembaga yang sederajat dengan
Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’.
III.
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIL
Dalam sistem
ini terdapat lima prinsip penting, yaitu:
(1) Presiden dan Wakil Presiden
merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang
tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak dikenal dan
tidak perlu dibedakan adanya kepala negara dan kepala pemerintahan. Keduanya
adalah Presiden dan Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara,
kekuasaan dan tanggungjawab politik berada ditangan Presiden (concentration
of powerand responsibility upon the President).
(2)
Presiden dan Wakil Presiden dipilih
oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak
bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen,
melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
(3) Presiden dan/atau Wakil Presiden
dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum apabila Presiden dan/atau
Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum konstitusi. Dalam hal demikian,
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh Dewan
Perwakilan Rakyat untuk disidangkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu
sidang gabungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Namun, sebelum diberhentikan, tuntutan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden yang didasarkan atas tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu
harus dibuktikan secara hukum melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Jika tuduhan bersalah itu dapat dibuktikan secara hukum oleh Mahkamah
Konstitusi, barulah atas dasar itu MPR bersidang dan secara resmi mengambil
putusan pemberhentian.
(4) Para Menteri adalah pembantu
Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan karena
bertanggungjawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Disamping itu, para
Menteri itulah yang pada hakikatnya merupakan para pemimpin pemerintahan dalam
bidang masing-masing.
(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden
yang kedudukannya dalam system Presidensial sangat kuat sesuai dengan kebutuhan
untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan
Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua
masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam
lingkungan cabang kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam
menjalankan tugas utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif yang dimaksud adalah Bank
Indonesia sebagai bank sentral, Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai
aparatur penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai aparatur
pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga tersebut berada dalam ranah
eksekutif, tetapi dalam menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan politik pribadi Presiden.
Untuk menjamin hal itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil
Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima
Tentara Nasional ndonesia hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
IV. CITA PERSATUAN DAN KERAGAMAN DALAM
NKRI
Prinsip
persatuan dibutuhkan karena kenyataan bahwa bangsa Indonesia sangat majemuk.
Keragaman suku bangsa, agama, dan budaya yang diwarisi oleh bangsa Indonesia
dalam sejarah mengharuskan bangsa Indonesia bersatu dengan seerat-eratnya dalam
keragaman. Keragaman merupakan kekayaan yang harus dipersatukan (united),
tetapi tidak boleh disatukan atau diseragamkan (uniformed). Prinsip
persatuan juga tidak boleh dipersempit maknanya ataupun diindentikkan dengan
pengertian pelembagaan bentuk Negara Kesatuan yang merupakan bangunan Negara
yang dibangun atas motto ‘Bhineka Tunggal Ika’ (Unity in Diversity).
Bentuk negara kita adalah Negara Kesatuan (Unitary State), sedangkan
persatuan Indonesia adalah prinsip dasar bernegara yang harus dibangun atas
dasar persatuan (unity), bukan kesatuan (uniformity).
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan “Negara Persatuan” dalam arti
sebagai negara yang warga negaranya erat bersatu, yang mengatasi segala paham
perseorangan ataupun golongan yang menjamin segala warga negara bersamaan
kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan dengan tanpa kecuali. Negara
persatuan mengakui keberadaan masyarakat warga negara karena kewargaanya (civility).
Negara Persatuan itu mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
C. Sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen
Undang-Undang
Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan
seluruhnya diberikan kepada MPR sebagai Lembaga Tertinggi. MPR mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 lembaga tertinggi yang
sejajar kedudukannya, yaitu: Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
Demokrasi di Indonesia sebagaimana tertuang dalm UUD 1945
mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui perbedaan serta
keanekaragaman mengingat Indonesia memiliki semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA”.
Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat. Oleh karena
itu, di dalam kehidupan yang menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya
supra struktur politik dan infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya
demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur politik
meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di Indonesia di bawah
sistem UUD 1945 lembaga-lembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara
(supra struktur politik) adalah:
a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
c) Presiden
d) Mahkamah Agung (MA)
e) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Sedangkan infra struktur politik suatu negara terdiri dari
lima komponen antara lain:
a) Partai Politik
b) Golongan Kepentingan (Interest Group)
c) Golongan Penekan (Preassure Group)
d) Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e) Tokoh-Tokoh Politik
D. Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia menurut UUD 1945 hasil Amandemen
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana
kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation
of power) kepada 6 lembaga yang memiliki kedudukan yang sama dan
sejajar,yaitu: Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah
Konstitusi (MK).
Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 mengalami
perubahan, yaitu:
a)
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat). Negara
Indonesia tidak berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machstaat), mengandung arti bahwa negara termasuk didalamnya
pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan
apapun.
b)
Sistem Konstitusi. Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolut (kekuasaan yang terbatas). Sistem ini memberikan
penegasan bahwa cara pengendalian Pemerintah di batasi oleh ketentuan-ketentuan
konstitusi dan juga oleh ketentuan-ketentuan hukuim lain merupakan Produk
konstitusional.
c)
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR
dan DPR karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, presiden tidak
bertanggungjawab pada DPR.
d)
Menteri Negara adalah pembantu Presiden. Presiden dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh Menteri-Menteri
Negara (Pasal 17 ayat 1 hasil amandemen). Selain itu, Menteri Negara tidak
bertanggungjawab pada DPR.
e)
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, meskipun Kepala Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator yang artinya kekuasaan tidak
terbatas. Namun dalam hal ini Presiden tidak memiliki kekuasaan membubarkan DPR
atau MPR.
f) Negara
Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan
berasarkan kekuasaan.
g)
Kekuasaan Pemerintahan Negara. Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan
UUD 45 hasil amandemen 2002, Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara
legitimasi. Presiden kedudukannya kuat dan tidak lagi berada di bawah MPR
selaku mandataris. Namun jika Presiden melakukan kesalahan maka MPR akan
melakukan Impeachment.
h)
Pemerintah Daerah, diatur oleh Pasal 18 UUD 1945. Pada pasal 18 ayat 1
menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi,
Kabupaten, dan Kota itu mempunyai daerah yang diatur dengan Undang-Undang,
pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan
bahwa pemerintah daaerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau
pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
i) Pemilihan
Umum. Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang
Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 2.
j) Wilayah
Negara. Pada pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
k) Hak
asasi manusia menurut UUD 1945. Hak asasi manusia tidak lahir mendadak
sebagaimana kita lihat dalam “Universal declaration of Human Right” pada
tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB. HAM sebenarnya tidak
dapat dipisahkan dengan filosofi manusia yang melatar belakanginya.
E. Pembagian
kekuasaan
Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, dan dilakukan
menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 adalah sebagai berikut:
a) Kekuasaan Eksekutif didelegasikan
kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b) Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden
dan DPR juga kepada DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945)
c) Kekuasaan Yudikatif didelegasikan
kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d) Kekuasaan Inspektif atau pengawasan
didelegasikan kepada BPK dan DPR, hal ini dimuat pada pasal 20 ayat 1
e) Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak
ada kekuasaan Konsulatif, sebelum UUD diamandemem kekuasaan tsb dipegang oleh
DPA.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara pada
hakikatnya adalah suatu sistem, yang terdiri dari berbagai sub sistem yang
merupakan prasyarat bagi keberfungsian dan keberlangsungan negara. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa konsep negara adalah sistem yang statis (dalam
pengertian tidak berubah-ubah atau tidak akan dirubah) ; sementara sub sistem
dalam negara tersebut konsep yang dinamis, berkembang dan berubah-ubah.
Mengingat hal tersebut, maka keberadaan pemerintah (organisasi maupun produk
hukum yang dihasilkan), harus selalu disempurnakan sesuai dengan perkembangan
masyarakat (dalam dan luar negeri). Sebab, sistem pemerintahan dan
ketatanegaraan yang statis akan membawa dampak kepada kesejahteraan masyarakat dan sistem lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka uraian mengenai Sistem Ketatanegaraa RI
seharusnya dapat dianalisa dengan baik sehingga dapat diterima dan sekaligus
mencerminkan kepentingan masyarakat seluruhnya.
B. Saran
Dengan adanya
makalah ini diharapkan agar pengetahuan kita tentang sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia dapat bertambah. Dan apabila
terjadi perubahan pada manajemen reformasi, penegakkan hukum serta yang
menyakut masyarakat luas sebaiknya dpikirkan dan dipersiapkan secara matang
agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan oleh rakyat.
DAFTAR
PUSTAKA
Kusnardi, Moh,
SH dan Hamaily Ibrahim. SH. Hukum Tata
Negara Indonesia,Cet. ke-7: CV Sinar Bakti, Jakarta. 1988.
http://Cwebasket’s Blog.htm
Utomo, Tri
Widodo W, SH. Sistem Ketatanegaraan RI,
Jawa Barat. 1998.
http://wisnu
wardhana ac.id/th
Nazriyah,
Riri. 2007. MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan, FH
UII Press,Yogyakarta.
Suprapto,
Bibit. 1985. Perkembangan Kabinet dan Pemerintahan Di Indonesia Penerbit Bina
Ghalia, Jakarta.
Yuda AR, Hanta. 2010. Presidensialisme Setengah Hati,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
No comments:
Post a Comment