Tuesday, June 11, 2013

Makalah Pembangunan Bangsa Indonesia Melalui Revitalisasi Pancasila



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena globalisasi merupakan dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh terhadap perkembangan proses perubahan peradaban manusia. Globalisasi juga membawa dampak pada semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain itu, globalisasi memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan strategis yang berdampak luas terhadap eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari aspek internal, kondisi objektif bangsa Indonesia sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan negara dengan bangsa yang dibangun di atas keragaman dan perbedaan, yaitu perbedaan suku, agama, ras, etnis, budaya, bahasa dan lain-lain. Keragaman dan perdedaan tersebut apabila dikelola dengan baik, maka keragaman itu akan menimbulkan keindahan dan harmoni dalam berbangsa dan bernegara, tetapi apabila keragaman dan perbedaan tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka akan berpotensi menimbulkan perselisihan dan sengketa yang dapat menyebabkan perpecahan atau bahkan disintegrasi bangsa Indonesia. Bila ditinjau dari aspek eksternal, globalisasi menyebabkan pertemuan antar budaya (cultur encounter) bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Sehingga, globalisasi tersebut berdampak pada terjadinya perubahan sosial (social change) secara besar-besaran pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan sosial yang terjadi tersebut belum tentu “kongruen” dengan kemajuan sosial (social progress) suatu bangsa. Sehingga bangsa Indonesia juga harus memiliki antisipasi untuk mengatasi dampak dari perubahan sosial yang tidak kongruen dengan bangsa Indonesia yang disebabkan oleh globalisasi yaitu dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Pancasila sebagai sebuah ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, semestinya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi landasan nilai dan prinsip yang terus mengalir bagi setiap generasi. Namun dalam perjalanannya, pembangunan karakter bangsa Indonesia yang telah dilaksanakan sejak lama sering mengalami hambatan-hambatan dengan adanya sejumlah kasus yang melibatkan kehidupan antar umat beragama sekaligus masih banyaknya kekerasan atas nama golongan dan kelompok tertentu di Indonesia. Terlepas dari masalah tersebut, penulis melihat bahwa pancasila masih memiliki relavansi dan kesaktian sebagai landasan pembangunan karakter bangsa Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa mandiri di era globalisasi.
Penulis menggunakan globalisasi sebagai acuan untuk mengkaji pembangunan karakter bangsa terutama bagi generasi muda Indonesia menuju pada kemandirian bangsa dengan berlandaskan pada pancasila untuk menghadapi derasnya arus globalisasi. Dalam proses membangun karakter suatu bangsa, salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah pendidikan baik itu secara formal maupun non formal sehingga pengaruh negatif dari globalisasi dapat dikurangi terutama bagi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa yang menentukan masa depan. Generasi muda sekaligus sebagai generasi yang paling rentan terkena dampak negatif dari globalisasi sehingga peran pendidikan karakter bangsa serta pembangunan karakter bangsa dengan berlandaskan pancasila menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjadikan bangsa Indonesia mandiri di era globalisasi.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis bahas dalam makala ini adalah: Bagaimanakah membangun karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri di era globalisasi dengan berlandaskan pada pancasila?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembinaan Karakter Bangsa
Setiap bangsa yang melaksanakan pembangunan selalu menginginkan perubahan yang mengarah pada kemajuan bangsanya. Dan keberhasilan pembangunan tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya semangat juang dari seluruh komponen bangsa untuk maju bersama-sama. Seperti misalnya semangat perubahan Cina dan India yang dapat sukses membangun negaranya berdasarkan pada pembangunan nasional yang kuat. Cina dengan reformasi ekonomi gaya Deng Xiaoping, India dengan perpaduan serasi antara agama dengan kasta serta meritrokasi. Semangat juang tersebut seharusnya ditiru oleh bangsa Indonesia dengan pembangun karakter bangsa yang berdasarkan pada Pancasila.
Pembangunan karakter suatu bangsa tidak cukup dalam esensi pembangunan fisik saja tetapi dibutuhkan suatu orientasi yang lebih kuat yaitu suatu landasan dasar atau pondasi pembangunan karakter bangsa tersebut. Sehingga esensi fisik dari pembangunan berawal pada internalisasi nilai-nilai untuk menuju pada pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosio-kemasyarakatan dan budaya. Dalam hal ini Indonesia memiliki landasan pancasila sebagai dasar untuk melakukan pembangunan karakter bangsa Indonesia.
Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang ada di dalamnya.
Maksud dari penyataan diatas adalah pembangunan yang dilakukan oleh suatu bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang sangat besar termasuk mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam keluarga. Bukti nyata yang dapat kita lihat terutama berada di negara - negara industri maju, dimana fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat sangat jelas sejalan dengan semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara maju tersebut.
Pembangunan yang baik tentu tidak harus mengorbankan keluarga atau bahkan bangsanya sendiri. Sehingga dalam melaksanakan pembangunan dan pembinaan karakter suatu bangsa dibutuhkan pemahaman yang lebih baik, khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah satu instrumen dalam pembinaan karakter bangsanya agar menjadi lebih baik pula dengan berlandaskan pada suatu nilai.
Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam melakukan pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan telekomunikasi. Kedua  jenis teknologi tersebut secara radikal telah mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi). Dan salah satu unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia adalah daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya saing bagi suatu bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa termasuk juga bagi bangsa Indonesia.
Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Keunggulan yang dimaksud dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun penerapan. Keunggulan tersebut dapat diartikan sebagai keunggulan ekonomi, keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Sedangkan, daya saing pada esensinya dapat diartikan sebagai sebuah rantai dari suatu nilai proses yang dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous learning. Sehingga, arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era globalisasi yang sarat dengan daya saing adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:
1. Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya di era globalisasi.
2. Pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar kapasitas pengetahuan yang terbangun dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama bagi bangsa Indonesia.
3. Pemaknaan dari karakter positif bangsa seharusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas.
Sebenarnya bangsa Indonesia telah memiliki karakter positif bangsa yang seharusnya terus ditumbuh-kembangkan untuk menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi ini. Karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut antara lain adalah karakter pejuang yang juga telah diakui oleh masyarakat internasional karena Indonesia mendaparkan kemerdekaannya melalui perjuangan tumpah darah bangsa Indonesia. selain itu, bangsa Indonesia juga memiliki karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya yang harus ditumbuh-kembangkan sebagai bekal untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan mandiri di era globalisasi. Seluruh karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut harus dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing untuk menghadapi globalisasi. Sehingga pembinaan karakter positif bangsa dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi.
Namun disisi lain, bangsa Indonesia masih didera oleh sejumlah permasalahan dalam pembinaan karakter bangsa bahkan yang paling kritis justru yang menyangkut masalah daya saing bangsa Indonesia, sebuah parameter yang semakin meningkat nilai pentingnya di era globalisasi saat ini. Meskipun demikian, pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat dalam menghadapi globalisasi. Pembinaan karakter bangsa Indonesia juga dilandasi oleh nilai-nilai dasar pancasila yang akan penulis kaji dalam pembahasan sebagai berikut :
·        Pancasila sebagai Landasan Pembangunan
Pancasila sebagai landasan pembangunan berarti nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis terhadap pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Sedangkan Pembangunan nasional Indonesia diarahkan pada upaya peningkattan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.
Dalam melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara total. Oleh karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan berikutnya.
·        Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Politik Indonesia
Pembangunan politik yang berdasarkan pada pancasila harus dapat meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia dan meningkatkan harkat dan martabat manusia tersebut adalah dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga, sistem politik Indonesia harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat yang sesuai dengan pancasila yaitu sistem politik demokrasi (kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Sebagai konsekuensi logis dari sistem politik demokrasi yang berlandaskan pada moral pancasila maka perilaku politik, baik perilaku politik warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
·        Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Sistem dan pembangunan ekonomi yang sesuai dengan pancasila yaitu berlandaskan pada nilai moral dari pancasila itu sendiri. Secara khusus, sistem ekonomi pancasila harus didasari oleh moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan kemanusiaan (humanistis) akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.
Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik sebagai makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk Tuhan adalah sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi pancasila harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
·        Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya.
Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya di seluruh Indonesia menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan sosial budaya berdasarkan pada pancasila tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
·         Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Pertahanan Keamanan Indonesia
Sistem pertahanan dan keamanan sesuai pancasila adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan bangsa sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara.
UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara sangat sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

B.     Pembangun Kemandirian Bangsa
“ The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment, its performance is solely dependent on its soldiers.”
-Douglas MacArthur, General, US Army, 1945-.
Penggalan kalimat di atas memberikan esensi pada peran Sumber Daya Manusia sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu entitas tertentu. Penggalan kalimat tersebut ikut menekankan pentingnya faktor manusia atau SDM sebagai komponen terpenting dalam setiap proses atau rantai nilai apapun juga. Dalam kasus pembangunan karakter bangsa Indonesia, Sumber Daya Manusia terutama generasi muda Indonesia juga merupakan komponen penting bagi keberhasilan pembangunan karakter bangsa itu sendiri dengan mengngimplementasikan rantai nilai dari pancasila.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang sangat krusial, sekaligus potensi bangsa yang paling strategis yang harus dimobilisir dan dikembangkan. Ralph S. Larsen (2004), CEO dari Johnson & Johnson mengatakan bahwa, tingkat kedewasaan suatu organisasi ditentukan dari persepsinya terhadap Sumber Daya Manusia yang dimilikinya.
Permasalahan utama bagi pembangunan karakter bangsa Indonesia adalah bagaimana mendorong agar pengembangan sumber daya manusia tersebut dapat menghasilkan suatu pencapaian yaitu tingkat kemandirian yang berkesinambungan. Era globalisasi menuntut adanya parameter daya saing sebagai satu hal penting untuk menjamin suatu kemandirian bangsa. Sehingga, pembinaan karakter yang menuju pada mentalitas daya saing juga menuntut adanya sejumlah prasyarat pokok yang harus dijadikan acuan dalam setiap proses pembangunan sesuai dengan rantai nilai dalam pancasila.
Sejalan dengan hal tersebut, maka unsur pokok pembangunan kemandirian bangsa terfokus pada tiga aspek penting yaitu:
1.      Peran kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan untuk melakukan pembangunan bangsa yang berkesinambungan.
2.      Peningkatan daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan dari kemandirian bangsa yang berkesinambungan.
3.      Pemahaman mengenai pentingnya mencetak mentalitas daya saing yang berdasarkan pada suatu rantai nilai (pancasila) dengan tatanan dan urutan tertentu. Sehingga keberhasilan pembangunannya tergantung dari tingkat pemenuhan kriteria dan persyaratan tersebut.
Ketiga aspek pembangunan kemandirian bangsa tersebut tentu membutuhkan suatu agents yang dapat mengimplementasikan hal tersebut diatas. Dan agents itu adalah generasi muda yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Generasi muda yang umumnya masih berusia produktif diharapkan dapat memiliki kemampuan yang tanggap khususnya dalam mengakselerasi proses internalisasi pengetahuan dan menjadi motor penggerak perubahan atau generator of change sesuai dengan cita-cita pembangunan berdasarkan pada pancasila.
C.    Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri
Pembentukan karakter generasi muda bangsa merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bangsa dan bahkan menentukan nasib bangsa itu di masa depan termasuk juga Indonesia. Namun pada kenyataannya, di era globalisasi yang telah menempatkan generasi muda Indonesia pada derasnya arus informasi yang semakin bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai akibat dari globalisasi.
Akibat dari globalisasi tersebut, nilai-nilai asing secara disadari maupun tidak disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda Indonesia.
Sehingga upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia untuk menghadapi globalisasi adalah dengan melakukan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Berikut 3 peran penting generasi muda dalam melaksanakan koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan:
1.      Generasi muda sebagai pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di era globalisasi ini, peran generasi muda adalah membangun kembali karakter positif bangsa seperti misalnya meningkatkan dan melestarikan karakter bangsa yang positif sehingga pembangunan kemandirian bangsa sesuai pancasila dapat tercapai sekaligus dapat bertahan ditengah hantaman globalisasi.
2.      Generasi muda sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa tentu tidak cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Misalnya dengan kemauan yang kuat dan semangat juang dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan dan pembangunan karakter bangsa Indonesia yang positif di masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri.
3.      Generasi muda sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan dibutuhkannya adaptifitas daya saing generasi muda untuk memperkuat ketahanan bangsa Indonesia. Character engineer menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Pengembangan dan pembangunan karakter positif generasi muda bangsa juga menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang sesuai dengan perkembangan dunia. Contohnya adalah karakter pejuang dan patriotism yang tidak harus diartikulasikan dalam konteks fisik, tetapi dapat dalam konteks lainnya yang bersifat non-fisik. Esensinya adalah peran genarasi muda dalam pemberdayaan karakter tersebut.
Generasi muda Indonesia memiliki tugas yang berat untuk dapat melaksanakan ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Tetapi hal tersebut bukan suatu hal yang tidak mungkin sebab generasi muda mendapatkan dukungan dan bantuan dari pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk mrngaktualisasikan peran tersebut di era globalisasi ini.
D.    Revitalisasi Pancasila
Gelombang demokrasi dalam bentuk tuntutan reformasi di negara-negara tidak demokrasi, termasuk Indonesia pada era Orde Baru, menjadi ancaman bagi eksistensi ideologi nasional seperti Pancasila. Namun demikian, globalisasi juga melahirkan paradoksnya sendiri: di satu sisi globalisasi demokrasi mengakibatkan kebangkrutan banyak paham ideologi, di sisi yang lain juga mendorong bangkitnya nasionalisme lokal, bahkan dalam bentuknya yang paling dangkal dan sempit semacam ethnonationalism, atau bahkan tribalism. Gejala ini yang terus mengancam integrasi negara-negara majemuk dari sudut etnis, sosiokultural, dan agama seperti Indonesia. Gelombang demokratisasi yang melanda Indonesia bersamaan dengan krisis moneter, ekonomi, dan politik  membuat Pancasila seolah kehilangan relevansinya.
            Sementara itu proses desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan. Apabila tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan sentimen local-nationalism yang dapat tumpang tindih dengan ethnonationalism. Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses desentralisasi akan makin kehilangan posisi sentralnya ( Azyumardi Azra,  2008 ).
            Mempertimbangkan posisi krusial Pancasila di atas, maka perlu dilakukan revitalisasi makna, peran, dan posisi Pancasila bagi masa depan Indonesia sebagai negara modern. Perlunya revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila memerlukan keberanian moral kepemimpinan nasional. Empat pemimpin nasional pasca Soeharto sejak dari Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum berhasil membawa Pancasila ke dalam wacana dan kesadaran publik. Ada kesan traumatik untuk kembali membicarakan Pancasila. Kini, sudah waktunya para elite dan pemimpin nasional memberikan perhatian khusus kepada ideologi pemersatu ini jika kita betul-betul peduli pada nation and character building dan  integrasi bangsa Indonesia.
            Sementara itu Prof. Dr. Muladi, SH, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional RI menyatakan bahwa salah satu side effect runtuhnya Orde Baru yang sangat menyedihkan adalah berkembangnya sikap skeptis terhadap ideologi bangsa Kegamangan terhadap ideologi Pancasila tersebut menyurutkan makna ideologi, baik sebagai perekat persatuan bangsa maupun sebagai sarana untuk menumbuhkan kepercayaan bangsa lain yang akan berhubungan dengan bangsa Indonesia (the predictability function of ideology).
Sebagai bangsa yang merdeka, maka bangsa Indonesia mempunyai cita-cita dan tujuan seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yakni adanya kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kebhinnekaan budaya masyarakat Indonesia merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus diterima sebagai kekayaan bangsa. Sejarah menunjukkan bahwa suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Nusantara ini, dengan keanekaragaman budayanya masing-masing, sejak dahulu telah saling berhubungan dan berinteraksi. Berdasarkan kesamaan visi mengenai masa depan, maka para pemuda dari suku-suku bangsa tersebut pada tahun 1928 telah mengikrarkan sumpah untuk menjadi satu bangsa dengan menggunakan bahasa persatuan dan bersama-sama hidup di satu tanah air. Dari peristiwa ini terlihat bahwa kebhinnekaan budaya bukan menjadi halangan untuk mewujudkan persatuan bangsa.
Justru budaya yang beraneka ragam tersebut mampu berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lainnya secara selaras dan serasi. Oleh sebab itulah perlu selalu disadari dan dipahami bersama bahwa bangsa Indonesia ini memang dibentuk dari suku-suku bangsa yang memiliki budaya yang beraneka ragam. Maka langkah utama yang perlu ditempuh dalam rangka membangun kehidupan baru bagi bangsa Indonesia di masa depan adalah menggunakan salah satu asas dalam konsepsi kemandirian lokal, yaitu “pendekatan kebudayaan”, sebagai bagian utama dari strategi pembangunan masyarakat dan bangsa. Implementasi pendekatan kebudayaan dalam pembangunan bangsa diyakini akan dapat menumbuhkan kebanggaan pada setiap anak bangsa terhadap diri dan budayanya dan pada gilirannya akan menumbuhkan pula toleransi dan pengertian akan keberadaan budaya lainnya. Hal ini merupakan faktor utama perekat persatuan bangsa.
Pada proses reformasi, penyaluran aspirasi politik masyarakat telah dapat diakomodasikan dalam sistem multi partai. Pada satu sisi, hal ini dapat mencerminkan perwujudan demokrasi, akan tetapi pada sisi lain dapat mengarah pada pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut pada akhirnya dapat diselewengkan dengan pembentukan kekuatan-kekuatan dengan memobilisasi kekuatan berdasarkan asas masing-masing. Hal ini dapat bermuara pada berkembangnya primordialisme sempit berdasarkan agama, etnis ataupun ras dan aspek kedaerahan lainnya.
Revitalisasi Pancasila semakin terasa penting kalau diingat kita tengah gigih menerapkan prinsip-prinsip “good governance”, dimana tiga aktor yaitu pemerintah (state), swasta (private sector) dan masyarakat (civil society) harus bersinergi secara konstruktif mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Antara lain terwujud dalam bentuk pelayanan publik (public services) yang optimal. Dalam kaitannya dengan ancaman atau pengaruh globalisasi harus dihadapi dengan sikap mental dan karakter yang kuat sebagai jatidiri bangsa Indonesia. Akhirnya revitalisasi Pancasila menjadi penting karena kita masih menghadapi ancaman disintegrasi nasional dengan semangat separatisme dari Daerah yang merasa diperlakukan secara tidak adil oleh Pemerintah Pusat.
Kita jangan sampai tidak mengenal diri kita sendiri dan tidak mengenal nilai-nilai hakiki dan luhur yang telah merupakan konsensus nasional menjadi falsafah dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, yaitu Pancasila. Seperti kata Socrates (470-399 SM) “kenalilah dirimu sendiri”.




BAB III
PENUTUP
Demarkasi atau garis pembatas yang tegas untuk menghadapi dampak globalisasi adalah daya saing bangsa (national competitiveness) yang kuat untuk menjadi bangsa yang mandiri dengan berlandaskan pada pancasila. Pembangunan berdasarkan pancasila yang dilakukan oleh bangsa Indonesia melalui pembangunan di bidang ekonomi, politik, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Namun untuk mencapai daya saing yang kuat tersebut dibutuhkan upaya besar dan peran aktif seluruh komponen bangsa Indonesia beserta pemerintah.
Salah satu komponen yang berperan penting dalam upaya besar tersebut adalah pembinaan karakter generasi muda bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila, khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan untuk memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa sehingga dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi.
Dalam upaya untuk mengaktualisasikan kemandirian tersebut, maka dituntut peran penting dari generasi muda Indonesia sebagai character enabler, character builders dan character engineer. Meskipun untuk menjalankan ketiga peran tersebut, generasi muda masih membutuhkan dukungan serta bantuan dari seluruh elemen bangsa termasuk pemerintah, namun esensi utama dari pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa mandiri adalah pentingnya peran generasi muda sebagai komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai pancasila di era globalisasi.


DAFTAR PUSTAKA
Materi Kuliah Umum oleh Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia Letjen, TNI Moeldoko, M.Si dalam Kuliah Umum “Pembangunan Karakter Bangsa” di Gedung Soetarjo Universitas Jember pada tanggal 31 Mei 2012.
Soyomukti, Nurani. 2008. Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/499885/ [ diakses pada tanggal 4 juni 2012 pukul 11:09 WIB ]
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=529&Itemid=116 [ diakses pada tanggal 4 Juni 2012 pukul 10:46 WIB. ]

No comments:

Post a Comment