Tuesday, June 5, 2012

STRATEGI MANAJEMEN

Strategi Manajemen merupakan suatu strategi yang di gunakan pada setiap perusahaan yang berguna menunjang suatu perusahaan agar meraih kesuksesan dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. bila sebuah perusahaan tidak menerapkan strategi manajemen maka sudah bisa di pastikan perusahaan tersebut tidak akan berkembang bahkan akan mengalami kehancuran.
dalam postingan kali ini saya akan membahas beberapa perusahaan dan strategi manajemen yang mereka gunakan dalam meraih sukses...



STRATEGI MANAJEMEN DALAM PERUSAHAAN
A.    LIMA CONTOH PENERAPAN STRATEGI DALAM PERUSAHAAN

1.        PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.,
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, yang telah menjadi perusahaan raksasa terbesar di Indonesia yang selalu mendirikan unit-unit bisnis pendukungnya untuk mencapai keinginan terciptanya satu sistem produksi yang terintegrasi. Tentu saja dengan memiliki sistem produksi yang terintegrasi, PT. Iindofood dengan mudah menguasai pasar, dan tidak tergantung terhadap pemasok, karena bahan baku sudah dimiliki.
Dalam pengembangan pasar dan peningkatan kemampuan perusahaan, berdasarkan teori Fred R. David, PT. Indofood menggunakan strategi Intensif (Intensive strategy) yang terdiri dari tiga strategi utama yaitu: Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, dan Pengembangan Produk.
a.       Strategi Penetrasi Pasar. Strategi ini berusaha untuk meningkatkan market share suatu produk melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih besar. Dapat diimplementasikan dengan menambah jumlah tenaga penjual, iklan, atau usaha promosi lainnya.
b.      Strategi Pengembangan Pasar. Tujuan untuk memperbesar pangsa pasar dengan memperkenalkan produk atau jasa ke daerah-daerah baru.
c.       Strategi Pengembangan Produk. Meningkatkan penjualan dengan meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang ada.
Strategi Pengembangan Produk menurut Fred R. David, sesuai dengan Strategi Diferensiasi menurut M. Porter. Strategi ini dicirikan dengan keputusan perusahaan untuk menciptakan persepsi pasar potensial terhadap produk baru yang berbeda atau unik dengan harapan calon konsumen mau membeli dengan harga mahal karena adanya perbedaan itu.
Diferensiasi Kepemimpinan biaya menyeluruh Fokus diferensiasi Fokus Biaya
Seperti yang kita ketahui, PT. Indofood terutama produk mie instannya memiliki keunikan rasa dan promosi iklan yang mengusung tema nusantara. Hal ini yang mendasari kami bahwa PT. Indofood menggunakan strategi diferensiasi karena keunikan dan cakupan pasar yang luas terhadap produk mie instannya.
a.       Strategi yang digunakan PT. Indofood untuk mengakuisisi PT. Londsum adalah Strategi Integrasi Vertikal (Vertical Integration Strategy) dari Fred R. David. Strategi ini menghendaki perusahaan melakukan pengawasan lebih terhadap distributor (Forward Integration Strategy), pemasok (Backward Integration Strategy), dan/atau para pesaingnya (Horizontal Integration Strategy).
b.      Akuisisi oleh PT. Indofood menurut kami, adalah pengambilalihan kepemilikan mayoritas saham perusahaan (PT. Londsum). Dengan tujuan mendapatkan kepemilikan atau meningkatkan pengendalian bagi pemasok. Diketahui bahwa PT. Londsum memiliki perkebunan kelapa sawit yang dapat digunakan PT. Indofood sebagai sumber bahan baku pembuatan produknya.
c.       Dari sudut pandang PT. Indofood adalah tepat dengan mengakuisisi PT. Londsum. Dimaksudkan dengan adanya kepemilikan saham mayoritas maka pengendalian dan pengawasan pasokan bahan baku sepenuhnya berada pada PT. Indofood. Jika PT. Indofood hanya merger dengan PT. Londsum, kemungkinan terciptanya resiko atau konflik di antara kedua perusahaan semakin besar.
KOMENTAR :
Dari bahan bacaan di atas dapat kita ketahui bahwa strategi generik yang di gunakan oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk adalah strategi diferensiasi produk unggulan serta mengakuisisi PT Lonsum Untuk memperluas lahan perkebunan
Tidak banyak produk indonesia yang begitu membanggakan dan mampu "menghajar" kekuatan kapitalis internasional itu. Salah satu produk membanggakan itu adalah Teh Botol Sosro.Kesuksesesan sosro dalam merebut hati konsumen Indonesia sesungguhnya dilihat dari aspek pemasaran cukup unik. Sosro,dalam beberapa hal, telah mengabaikan hukum-hukum umum yang terdapat di ilmu pemasaran. Misalnya saja mengenai perlunya riset pasar sebelum meluncurkan produk.
Pada masa-masa awal peluncurannya, teh botol sosro tidak banyak dilirik oleh konsumen. Mereka justru menganggap aneh produk ini karena kemasan botol dan penyajian dinginnya. Namun sosro tidak patah arang. Perusahaan ini terus mengedukasi pasarnya melalui iklan-iklan di berbagai media dan promosi-promosi on the spot. Perlahan tapi pasti produk teh botol sosro mulai mendapatkan tempat di hati konsumen Indonesia. Terlebih ketika slogan "Apapun makannya, minumnya teh botol sosro" di munculkan. Slogan ini tidak saja mengguncang sesama produk teh namun juga produk minuman secara keseluruhan.
Keunikan kedua dari metode pemasaran teh botol sosro adalah pada kekakuan dari produk itu sendiri. Sesuai teori pemasaran, konsumen secara alami mengalami perubahan atribut kepuasan seiring berjalannya waktu. Perubahan itu dapat disebabkan karena gaya hidup, kondisi ekonomi, atau kecerdasan yang maik meningkat. Seiring perubahan pasar itu harusnya produk yang dipasarkan harus menyesuaikan dan mengikuti tren yang ada. Namun yang terjadi pada produk teh inovatif ini justru kebalikan. Semenjak diluncurkan pada tahun 1970, produk teh botol sosro baik rasa, kemasan logo maupun penampilan tidak mengalami perubahan sama sekali. Bahkan ketika perusahaan multinational Pepsi dan Coca cola masuk melalui produk teh Tekita dan Frestea, Sosro tetap tak bergeming. Alih-alih merubah produknya, dengan cerdas sosro justru melakukan counter branding dengan mengeluarkan produk S-tee dengan volue yang lebih besar. Strategi ini ternyata lebih tepat, kedua perusahaan multinasional itu pun tak berhasil berbuat banyak untuk merebut hati konsumen Indonesia.
KOMENTAR :
Kesuksesan perusahaan the botol sosro tak lepas dari penerapan strategi utama yaitu strategi penetrasi pasar hal membuat produk the botol sostro di kenal luas oleh masyarakat
3.        Strategi PT. holcim
Pendeknya, ada banyak hal yang harus dibenahi pada 2001-02. Dari sisi positioning bisnis, sebut contoh, Holcim memutuskan mengubah dari yang berbasis bisnis komoditas menjadi perusahaan pemberi solusi dan inovasi bagi pelanggan. Lalu, membangun ekuitas merek. Maklum, perusahaan yang 77,33% sahamnya dikuasai Grup Holcim ini tahun itu masih menggunakan merek Semen Cibinong.
Melihat persoalan dan tuntutan, akhirnya manajemen memutuskan memperbaiki organisasi dulu, melalui program restrukturisasi di berbagai lini. Perbaikan pertama dilakukan di bidang SDM. “Kami yakin pengorganisasian SDM yang baik akan memberi dampak yang lebih besar daripada perubahan dalam hal pemasaran dan inovasi,” Ginley memberi alasan. Di antara upaya perbaikan SDM itu, melembagakan sistem yang disebut Holcim Academy. Ini bukanlah lembaga pendidikan, melainkan konsep peningkatan mutu SDM. Di dalamnya ada sejumlah program yang dianggap penting. Contohnya, people development program dan succession planning. Tujuan program yang dilakukan sejak awal 2005 ini adalah menetaskan leader untuk memimpin unit-unit organisasi.
Holcim Academy juga menyelenggarakan program Organizational Performance Improvement (OPI). Melalui program ini, Holcim mengambil beberapa orang terbaiknya, lalu diberi pelatihan untuk menjadi coach. Setelah dilatih, mereka dikembalikan ke unit area untuk membantu proses perubahan selama sekitar 8 bulan. Program itu berlaku bagi seluruh lapisan karyawan, dari kepala departemen sampai level terendah. OPI seperti program yang membangun DNA perusahaan. Dari sini diharapkan senantiasa muncul ide-ide baru dari karyawan.
Bicara Holcim Academy, Ginley menganalogikannya seperti mesin yang bisa membuat roda pengembangan organisasi terus berjalan. Di sini banyak dikombinasikan berbagai manufacturing technique dan best practice bidang manajemen dari perusahaan-perusahaan terbaik dunia. Di dalamnya ada proses pemilihan, rekrutmen dan induksi. “Ini semua terlaksana dengan talent management yang juga merupakan bagian dari Holcim Academy. program-program inovasi memang menjadi prioritas manajemen Holcim agar perusahaan jadi winning company. “Kelebihan Holcim Indonesia dibanding perusahaan semen lainnya adalah inovasi,” kata Ginley mengklaim. Inovasi dinilai sangat penting karena Holcim tidak cukup besar untuk berani berkompetisi dengan menawarkan harga yang terendah di pasar.
Yang jelas, berbagai upaya itu tampaknya tak sia-sia, terutama bila melihat efektivitas program yang dilakukan dalam dua tahun belakangan dan juga kinerjanya. Hal itu tampak dari program-programnya yang inovatif seperti membangun positioning perusahaan, melakukan product branding, dan membangun saluran-saluran baru pemasaran. Salah satu inovasinya, Solusi Rumah, suatu produk yang menawarkan bantuan membangun rumah dan memberikan akses finansial bagi konsumen untuk mendapatkan rumah impian. Hal ini belum dilakukan pemain semen lain.
Lalu, Holcim juga membuat sarana pengangkut semen dalam ukuran lebih kecil dari truk semen pada umumnya, dinamakan Minimix. Terbukti Minimix sangat berguna untuk memasuki jalan-jalan kecil di Jakarta yang merupakan kota dengan tingkat kemacetan tinggi. Holcim pun sukses melakukan co-branding dengan beberapa pebisnis di daerah, dan menawarkan kesempatan franchise untuk Solusi Rumah dan Holcim Beton. Untuk Solusi Rumah, Holcim menawarkan waralabanya sejak 2008, sedangkan Holcim Beton baru mulai Juni 2009. Melalui PT Holcim Beton, grup ini ingin membuat terobosan dalam perluasan pasar dengan melibatkan masyarakat, dengan konsep waralaba. Cara ini pertama kali ada di Indonesia.

SARAN :
Pengembangan yang dilakukan PT Holcym yaitu mereka menggunakan Strategi Tingkat Fungsional yaitu dengan memberikan pelatihan terhdap karyawannya untuk meningkatkan SDM, dengan cara mendirikan Holcim Academy, setelah itu perusahaan ini membuat program-[rogram yang inovatif yang mampu mendongkrak kemajuan perusahaan.

4.        Lippo Perkokoh Mal dan Pembangunan Rumah Sakit

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) hari Senin (23/5/11) mengumumkan telah menyetujui untuk menambah kepemilikan di Lippo-Mapletree Indonesia Retail Trust (LMIRT) yang tercatat di Bursa Efek Singapura menjadi sebesar 29,5 persen dan tambahan 40 persen kepemilikan Lippo Mapletree Indonesia Retail Trust Management Ltd (LMIRT Mgt), manajer dari LMIRT dengan harga sebesar US$165 juta. Perjanjian soal tambahan kepemilikan LPKR 9,02 persen telah ditandatangani melalui anak perusahaan yang dimiliki seluruhnya oleh LPKR dengan Mapletree LM Pte. Ltd., dan Mapletree Capital Management Pte. Ltd, untuk mengakuisisi masing-masing 97.853.918 unit LMIRT dan 40 persen LMIRT Mgt.
Sebagai tambahan, anak perusahaan LPKR telah setuju untuk membeli 18,2 persen atau 197.658.026 unit LMIRT dari afiliasi Lippo, dan akan mengikuti semua ketentuan dan peraturan berlaku. Akuisisi ini diperkirakan akan selesai dalam 21 hari kerja sejak ditandatangani. Strategi ini akan memperkokoh pilar ketiga dan keempat LKPR, yaitu Retail Malls dan Asset Management dan menempatkan LMIRT dan LMIRT Mgt sejalan dengan Lippo Malls Group milik LPKR yang memungkinkan LPKR untuk melaksanakan rencana memasukkan dan memfasilitasi US$2 miliar (Rp17 triliun) aset mal-mal kepada LMIRT dalam tiga tahun ke depan.
Hal ini akan menambah aset mal LMIRT yang telah dimiliki dan dibangun saat ini senilai US$798 juta (Rp6,8 triliun) menjadi US$4 miliar (Rp34 triliun) di bawah manajemen dalam lima tahun. Ini membuat landasan dari pilar ketiga LPKR yaitu Lippo Malls Group lebih kokoh bersamaan dengan landasan-landasan bisnis yang lain yang dimiliki. Transaksi ini juga akan mentransformasi pilar bisnis Asset Management LPKR menjadi salah satu dari empat penghasil laba terbesar dan mendorong prosentasi recurring income lebih tinggi lagi dengan aset-aset di bawah manajemen yang saat ini bernilai di bawah US$1,6 miliar (Rp13,7 triliun) untuk tumbuh menjadi US$4 miliar (Rp34 triliun) dalam tiga sampai empat tahun ke depan. LPKR melalui LMIRT Mgt and Bowsprit Capital Corp. Ltd. mengelola 2 REITs yang tercatat di Bursa Efek Singapura yaitu LMIRT dan FREIT (First Real Estate Investment Trust).
“LPKR berencana untuk mendorong manajemen LMIRT untuk lebih fokus dalam mengembangkan portofolio retail malls menjadi US$4 Miliar dalam 3 tahun, ” kata President Direktur dan CEO LPKR, Ketut B. Widjaja. “Strategi LPKR adalah untuk membangun dan atau mengakuisisi mal dan mendivestasikannya ke dalam LMIRT. Hal ini akan mendorong fee income dan recurring revenue kami.” Tingkat hunian leased mall-leased mall tersebut pada kuartal pertama 2011 telah meningkat menjadi 97,4 persen dari tingkat hunian 86,7 persen di tahun sebelumnya. Tren yang positif ini diharapkan akan terus berlanjut sejalan dengan peningkatan basis konsumen Indonesia.
LPKR belum lama ini mengumumkan hasil kuartal I yang berakhir 31 Maret 2011, Pendapatan dan Laba Bersih masing-masing Rp882 miliar dan Rp136 miliar didukung oleh penjualan rumah yang kuat sebagai hasil dari peningkatan pendapatan masyarakat kelas menengah Indonesia yang memicu peningkatan permintaan yang lebih besar bagi pemilikan rumah dan peningkatan konsumsi. Recurring Income LPKR terus meningkat dan tumbuh 20 persen menjadi Rp471 miliar dan merupakan 53,4 persen dari total Pendapatan Perseroan di kuartal I.
LPKR berada di garis depan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum pernah terjadi sebelumnya yang ditandai dengan kenaikan PDB sebesar 6 persen per tahun dalam 5 tahun terakhir, penurunan angka pengangguran, kenaikan tingkat upah dan peningkatan arus urbanisasi. Hal ini tercermin melalui hasil kinerja yang kuat dari seluruh unit usaha strategis Perseroan. Pendapatan per kapita yang melebihi US$3.000 sangat mendorong penjualan Residential/Township, belum terpenuhinya permintaan akan layanan kesehatan yang berkualitas terus mendorong pertumbuhan Divisi Hospitals dan juga kegiatan operasional retail malls milik Perseroan.
Unit-unit Usaha LPKR terdiri dari Residential/Township, Retail Malls, Hospitals, Hotels and Asset Management. LPKR tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kapitalisasi pasar senilai Rp14,5 triliun atau USD1,7 miliar. (KSP) Ketut mengatakan bahwa pihaknya akan memanfaatkan kondisi yang bagus itu untuk meningkatkan penjualan properti hunian di tahun 2012. Ia berkata melalui keterangan resmi, “Kami pun fokus untuk pertumbuhan di divisi rumah sakit, mal, dan manajemen aset. Juga akan intensif di strategi asset light untuk mendapatkan keuntungan tambahan.”
Ucap Ketut lebih jauh, di tahun 2011, performa Lippo Karawaci sangat memuaskan. Khususnya dalam hal pengembangan properti; lebih spesifik lagi dalam pengembangan kawasan industri. “Divisi Healthcare akan melakukan ekspansi dengan mendirikan enam rumah sakit lagi. Direncanakan dibuka di tahun ini. Itu melengkapi tujuh Rumah Sakit Siloam yang sekarang sudah beroperasi.”
SARAN :
Lippo dalam pengembangan perusahaannnya lebih menekankan pada perkembangan dan pembangunan perusahaan baru yang bergerak dalam bidang Rumah sakit untuk kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang sehingga perusahaan ini mampu bertahan dan tetap eksis di masa akan dating oleh karena itu strategi yang di terapkan perusahaan ini yaitu strategi korporasi dengan membangun anak usaha baru yang bergerak dalam bidang usaha yang lain.
5.        Strategi Unit BIsnis BCG
Persaingan antar perusahaan dengan diversifikasi tidak berlangsung pada tingkat korporat. Sebaliknya, unit bisnis dalam satu perusahaan (Protecter & Gamble’s Pampers unit) bersaing dengan unit bisnis dalam perusahaan lain (Kimberly Clark’s Huggies unit). Kantor korporat dari perusahaan dengan diversifikasi tidak menghasilkan laba dari dirinya sendiri; melainkan pendapatan dihasilkan dan biaya ditanggung dalam unit-unit bisnis. Strategi unit bisnis berkenaan dengan bagaimana menciptakan dan memelihara keunggulan kompetitif dalam masing-masing industry yang telah dipilih oleh suatu perusahaan untuk berpartisipasi.
Misi Unit Bisnis
Dalam perusahaan dengan diversifikasi, salah-satu tugas manajemen senior adalah mengalokasikan sumber daya, yakni, membuat keputusan mengenai penggunaan kas yang dihasilkan dari beberapa unit bisnis untuk mendanai pertumbuhan dalam unit bisnis lain. Beberapa model perencanaan telah dikembangkan untuk membantu manajer tingkat korporat dalam mengalokasikan sumber daya secara efektif. Model-model ini menyarankan bahwa perusahaan memiliki unit-unit bisnis dalam beberapa kategori, yang diidentifikasikan dengan misinya; strategi yang tepat untuk setiap kategori yang berbeda.
Dari banyak model perencanaan, dua yang paling banyak digunakan adalah Boston Consulting Group’s Matriks pembagian pertumbuhan 2×2 dan General Electric Company/Mckinsey & Company’s matriks daya tarik industri-kekuatan bisnis 3×3. Meskipun model-model ini berbeda dalam metodologi yang digunakan untuk mengembangkan misi yang paling tepat bagi berbagai unit bisnis, namun model-model tersebut mempunyai perangkat misi sama untuk dipilih: bangun(build), pertahankan (hold), panen (harvest), dan divestasi (divest).
Bangun
Misi ini menyiratkan tujuan menambah pangsa pasar, bahkan dengan mengorbankan laba jangka panjang dan arus kas (contoh, bioteknologi merk, peranti elektronik black and decker).
Pertahankan
Misi strategis ini diarahkan pada perlindungan pangsa pasar unit bisnis dan posisi persaingan ( contoh, komputer mainframe IBM).
Panen
Misi mempunyai tujuan memaksimalkan laba jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan mengorbankan pangsa pasar ( contoh, produk tembakau American Brands, bola lampu General Electric dan Sylvania).
Divestasi
Misi ini menunjukkan suatu keputusan untuk mundur dari bisnis melalui proses likuidasi perlahan-lahan atau penjualan segera.
BCG menggunakan logika berikut ini untuk membuat resep strategi bagi masing-masing dari keempat sel. Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran tanda tanya secara khusus diberi misi : “bangun” pangsa pasar. Logika dibalik rekomendasi ini berkaitan dengan dampak positif dari kurva pengalaman. BCG beragumentasi bahwa dengan membangun pangsa pasar dalam fase pertumbuhan dari suatu industry, unit bisnis akan menikmati posisi biaya rendah.
Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran bintang secara khusus diberi misi : “pertahankan” pangsa pasar. Unit-unit ini sudah memiliki pangsa pasar yang tinggi dalam industri mereka, dan tujuannya adalah investasi kas untuk mempertahankan posisi itu.
Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran sapi perah kas adalah sumber utama kas untuk perusahaan. Karena unit-unit ini mempunyai pangsa pasar relatif tinggi, maka unit-unit tersebut mungkin mempunyai biaya per unit yang paling rendah dan oleh karena itu memiliki laba yang paling tinggi.
Bisnis dalam kuadran anjing mempunyai posisi persaingan yang lemah dalam industry yang tidak menarik. Bisnis seperti ini harus dijual, kecuali bila ada kemungkinan baik untuk membuatnya menjadi menguntungkan.  Matriks General Electric Company/McKinsey & Company serupa dengan matriks BCG dalam membantu korporasi untuk menerapkan misi di seluruh unit-unit bisnisnya. Walaupun demikian, metodologinya berbeda dengan pendekatan BCG dalam hal-hal berikut ini :
a.       BCG menggunakan tingkat pertumbuhan industry sebagai wakil untuk daya tarik industry. Dalam matriks General Electric, daya tarik industry didasarkan pada penilaian tertimbang atas factor-faktor seperti besarnya pangsa pasar, pertumbuhan pasar, penghalang untuk memasuki pangsa pasar, teknologi yang usang, dan sejenisnya.
b.      BCG menggunakan pangsa pasar relative sebagai proxy untuk posisi persaingan yang dimiliki oleh unit bisnis saat ini. Matriks General Electric, di lain pihak, menggunakan beragam faktor seperti pangsa pasar, kekuatan distribusi, dan kekuatan rekayasa untuk menilai posisi persaingan dari unit bisnis tersebut.

No comments:

Post a Comment