dalam postingan kali ini saya akan membahas beberapa perusahaan dan strategi manajemen yang mereka gunakan dalam meraih sukses...
STRATEGI
MANAJEMEN DALAM PERUSAHAAN
A.
LIMA
CONTOH PENERAPAN STRATEGI DALAM PERUSAHAAN
1.
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.,
PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk, yang telah menjadi perusahaan raksasa terbesar di
Indonesia yang selalu mendirikan unit-unit bisnis pendukungnya untuk mencapai
keinginan terciptanya satu sistem produksi yang terintegrasi. Tentu saja dengan
memiliki sistem produksi yang terintegrasi, PT. Iindofood dengan mudah
menguasai pasar, dan tidak tergantung terhadap pemasok, karena bahan baku sudah
dimiliki.
Dalam
pengembangan pasar dan peningkatan kemampuan perusahaan, berdasarkan teori Fred
R. David, PT. Indofood menggunakan strategi Intensif (Intensive strategy) yang
terdiri dari tiga strategi utama yaitu: Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar,
dan Pengembangan Produk.
a. Strategi Penetrasi Pasar. Strategi
ini berusaha untuk meningkatkan market share suatu produk melalui usaha-usaha
pemasaran yang lebih besar. Dapat diimplementasikan dengan menambah jumlah
tenaga penjual, iklan, atau usaha promosi lainnya.
b. Strategi Pengembangan Pasar. Tujuan
untuk memperbesar pangsa pasar dengan memperkenalkan produk atau jasa ke
daerah-daerah baru.
c. Strategi Pengembangan Produk.
Meningkatkan penjualan dengan meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang
ada.
Strategi Pengembangan Produk menurut Fred R. David, sesuai
dengan Strategi Diferensiasi menurut M. Porter. Strategi ini dicirikan dengan
keputusan perusahaan untuk menciptakan persepsi pasar potensial terhadap produk
baru yang berbeda atau unik dengan harapan calon konsumen mau membeli dengan
harga mahal karena adanya perbedaan itu.
Diferensiasi Kepemimpinan biaya menyeluruh Fokus diferensiasi
Fokus Biaya
Seperti yang kita ketahui, PT. Indofood terutama produk mie
instannya memiliki keunikan rasa dan promosi iklan yang mengusung tema
nusantara. Hal ini yang mendasari kami bahwa PT. Indofood menggunakan strategi
diferensiasi karena keunikan dan cakupan pasar yang luas terhadap produk mie
instannya.
a. Strategi yang digunakan PT. Indofood
untuk mengakuisisi PT. Londsum adalah Strategi Integrasi Vertikal (Vertical
Integration Strategy) dari Fred R. David. Strategi ini menghendaki perusahaan
melakukan pengawasan lebih terhadap distributor (Forward Integration Strategy),
pemasok (Backward Integration Strategy), dan/atau para pesaingnya (Horizontal
Integration Strategy).
b. Akuisisi oleh PT. Indofood menurut
kami, adalah pengambilalihan kepemilikan mayoritas saham perusahaan (PT.
Londsum). Dengan tujuan mendapatkan kepemilikan atau meningkatkan pengendalian
bagi pemasok. Diketahui bahwa PT. Londsum memiliki perkebunan kelapa sawit yang
dapat digunakan PT. Indofood sebagai sumber bahan baku pembuatan produknya.
c. Dari sudut pandang PT. Indofood
adalah tepat dengan mengakuisisi PT. Londsum. Dimaksudkan dengan adanya
kepemilikan saham mayoritas maka pengendalian dan pengawasan pasokan bahan baku
sepenuhnya berada pada PT. Indofood. Jika PT. Indofood hanya merger dengan PT.
Londsum, kemungkinan terciptanya resiko atau konflik di antara kedua perusahaan
semakin besar.
KOMENTAR :
Dari bahan bacaan di atas dapat kita ketahui bahwa strategi
generik yang di gunakan oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk adalah strategi
diferensiasi produk unggulan serta mengakuisisi PT Lonsum Untuk
memperluas lahan perkebunan
Tidak
banyak produk indonesia yang begitu membanggakan dan mampu
"menghajar" kekuatan kapitalis internasional itu. Salah satu produk
membanggakan itu adalah Teh Botol Sosro.Kesuksesesan sosro dalam merebut hati
konsumen Indonesia sesungguhnya dilihat dari aspek pemasaran cukup unik.
Sosro,dalam beberapa hal, telah mengabaikan hukum-hukum umum yang terdapat di
ilmu pemasaran. Misalnya saja mengenai perlunya riset pasar sebelum meluncurkan
produk.
Pada
masa-masa awal peluncurannya, teh botol sosro tidak banyak dilirik oleh
konsumen. Mereka justru menganggap aneh produk ini karena kemasan botol dan
penyajian dinginnya. Namun sosro tidak patah arang. Perusahaan ini terus
mengedukasi pasarnya melalui iklan-iklan di berbagai media dan promosi-promosi
on the spot. Perlahan tapi pasti produk teh botol sosro mulai mendapatkan
tempat di hati konsumen Indonesia. Terlebih ketika slogan "Apapun
makannya, minumnya teh botol sosro" di munculkan. Slogan ini tidak saja
mengguncang sesama produk teh namun juga produk minuman secara keseluruhan.
Keunikan
kedua dari metode pemasaran teh botol sosro adalah pada kekakuan dari produk
itu sendiri. Sesuai teori pemasaran, konsumen secara alami mengalami perubahan
atribut kepuasan seiring berjalannya waktu. Perubahan itu dapat disebabkan
karena gaya hidup, kondisi ekonomi, atau kecerdasan yang maik meningkat.
Seiring perubahan pasar itu harusnya produk yang dipasarkan harus menyesuaikan
dan mengikuti tren yang ada. Namun yang terjadi pada produk teh inovatif ini
justru kebalikan. Semenjak diluncurkan pada tahun 1970, produk teh botol sosro
baik rasa, kemasan logo maupun penampilan tidak mengalami perubahan sama
sekali. Bahkan ketika perusahaan multinational Pepsi dan Coca cola masuk
melalui produk teh Tekita dan Frestea, Sosro tetap tak bergeming. Alih-alih
merubah produknya, dengan cerdas sosro justru melakukan counter branding dengan
mengeluarkan produk S-tee dengan volue yang lebih besar. Strategi ini ternyata
lebih tepat, kedua perusahaan multinasional itu pun tak berhasil berbuat banyak
untuk merebut hati konsumen Indonesia.
KOMENTAR :
Kesuksesan perusahaan
the botol sosro tak lepas dari penerapan strategi utama yaitu strategi
penetrasi pasar hal membuat produk the botol sostro di kenal luas oleh
masyarakat
3.
Strategi PT. holcim
Pendeknya, ada banyak
hal yang harus dibenahi pada 2001-02. Dari sisi positioning bisnis, sebut
contoh, Holcim memutuskan mengubah dari yang berbasis bisnis komoditas menjadi
perusahaan pemberi solusi dan inovasi bagi pelanggan. Lalu, membangun ekuitas
merek. Maklum, perusahaan yang 77,33% sahamnya dikuasai Grup Holcim ini tahun
itu masih menggunakan merek Semen Cibinong.
Melihat persoalan dan
tuntutan, akhirnya manajemen memutuskan memperbaiki organisasi dulu, melalui
program restrukturisasi di berbagai lini. Perbaikan pertama dilakukan di bidang
SDM. “Kami yakin pengorganisasian SDM yang baik akan memberi dampak yang lebih
besar daripada perubahan dalam hal pemasaran dan inovasi,” Ginley memberi
alasan. Di antara upaya perbaikan SDM itu, melembagakan sistem yang disebut
Holcim Academy. Ini bukanlah lembaga pendidikan, melainkan konsep peningkatan
mutu SDM. Di dalamnya ada sejumlah program yang dianggap penting. Contohnya,
people development program dan succession planning. Tujuan program yang
dilakukan sejak awal 2005 ini adalah menetaskan leader untuk memimpin unit-unit
organisasi.
Holcim Academy juga
menyelenggarakan program Organizational Performance Improvement (OPI). Melalui
program ini, Holcim mengambil beberapa orang terbaiknya, lalu diberi pelatihan
untuk menjadi coach. Setelah dilatih, mereka dikembalikan ke unit area untuk
membantu proses perubahan selama sekitar 8 bulan. Program itu berlaku bagi
seluruh lapisan karyawan, dari kepala departemen sampai level terendah. OPI
seperti program yang membangun DNA perusahaan. Dari sini diharapkan senantiasa
muncul ide-ide baru dari karyawan.
Bicara Holcim Academy,
Ginley menganalogikannya seperti mesin yang bisa membuat roda pengembangan
organisasi terus berjalan. Di sini banyak dikombinasikan berbagai manufacturing
technique dan best practice bidang manajemen dari perusahaan-perusahaan terbaik
dunia. Di dalamnya ada proses pemilihan, rekrutmen dan induksi. “Ini semua
terlaksana dengan talent management yang juga merupakan bagian dari Holcim
Academy. program-program inovasi memang menjadi prioritas manajemen Holcim agar
perusahaan jadi winning company. “Kelebihan Holcim Indonesia dibanding
perusahaan semen lainnya adalah inovasi,” kata Ginley mengklaim. Inovasi
dinilai sangat penting karena Holcim tidak cukup besar untuk berani
berkompetisi dengan menawarkan harga yang terendah di pasar.
Yang jelas, berbagai
upaya itu tampaknya tak sia-sia, terutama bila melihat efektivitas program yang
dilakukan dalam dua tahun belakangan dan juga kinerjanya. Hal itu tampak dari
program-programnya yang inovatif seperti membangun positioning perusahaan,
melakukan product branding, dan membangun saluran-saluran baru pemasaran. Salah
satu inovasinya, Solusi Rumah, suatu produk yang menawarkan bantuan membangun
rumah dan memberikan akses finansial bagi konsumen untuk mendapatkan rumah
impian. Hal ini belum dilakukan pemain semen lain.
Lalu, Holcim juga
membuat sarana pengangkut semen dalam ukuran lebih kecil dari truk semen pada
umumnya, dinamakan Minimix. Terbukti Minimix sangat berguna untuk memasuki
jalan-jalan kecil di Jakarta yang merupakan kota dengan tingkat kemacetan
tinggi. Holcim pun sukses melakukan co-branding dengan beberapa pebisnis di
daerah, dan menawarkan kesempatan franchise untuk Solusi Rumah dan Holcim
Beton. Untuk Solusi Rumah, Holcim menawarkan waralabanya sejak 2008, sedangkan
Holcim Beton baru mulai Juni 2009. Melalui PT Holcim Beton, grup ini ingin
membuat terobosan dalam perluasan pasar dengan melibatkan masyarakat, dengan
konsep waralaba. Cara ini pertama kali ada di Indonesia.
SARAN :
Pengembangan yang dilakukan PT
Holcym yaitu mereka menggunakan Strategi Tingkat Fungsional yaitu dengan
memberikan pelatihan terhdap karyawannya untuk meningkatkan SDM, dengan cara
mendirikan Holcim Academy, setelah itu perusahaan
ini membuat program-[rogram yang inovatif yang mampu
mendongkrak kemajuan perusahaan.
4. Lippo Perkokoh Mal dan Pembangunan Rumah Sakit
JAKARTA, KOMPAS.com - PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) hari Senin
(23/5/11) mengumumkan telah menyetujui untuk menambah kepemilikan di
Lippo-Mapletree Indonesia Retail Trust (LMIRT) yang tercatat di Bursa Efek
Singapura menjadi sebesar 29,5 persen dan tambahan 40 persen kepemilikan Lippo
Mapletree Indonesia Retail Trust Management Ltd (LMIRT Mgt), manajer dari LMIRT
dengan harga sebesar US$165 juta. Perjanjian soal tambahan kepemilikan LPKR
9,02 persen telah ditandatangani melalui anak perusahaan yang dimiliki
seluruhnya oleh LPKR dengan Mapletree LM Pte. Ltd., dan Mapletree Capital
Management Pte. Ltd, untuk mengakuisisi masing-masing 97.853.918 unit LMIRT dan
40 persen LMIRT Mgt.
Sebagai tambahan, anak perusahaan LPKR telah setuju untuk
membeli 18,2 persen atau 197.658.026 unit LMIRT dari afiliasi Lippo, dan akan
mengikuti semua ketentuan dan peraturan berlaku. Akuisisi ini diperkirakan akan
selesai dalam 21 hari kerja sejak ditandatangani. Strategi ini akan memperkokoh
pilar ketiga dan keempat LKPR, yaitu Retail Malls dan Asset Management dan
menempatkan LMIRT dan LMIRT Mgt sejalan dengan Lippo Malls Group milik LPKR
yang memungkinkan LPKR untuk melaksanakan rencana memasukkan dan memfasilitasi
US$2 miliar (Rp17 triliun) aset mal-mal kepada LMIRT dalam tiga tahun ke depan.
Hal ini akan menambah aset mal LMIRT yang telah dimiliki dan
dibangun saat ini senilai US$798 juta (Rp6,8 triliun) menjadi US$4 miliar (Rp34
triliun) di bawah manajemen dalam lima tahun. Ini membuat landasan dari pilar
ketiga LPKR yaitu Lippo Malls Group lebih kokoh bersamaan dengan
landasan-landasan bisnis yang lain yang dimiliki. Transaksi ini juga akan
mentransformasi pilar bisnis Asset Management LPKR menjadi salah satu dari
empat penghasil laba terbesar dan mendorong prosentasi recurring income lebih
tinggi lagi dengan aset-aset di bawah manajemen yang saat ini bernilai di bawah
US$1,6 miliar (Rp13,7 triliun) untuk tumbuh menjadi US$4 miliar (Rp34 triliun)
dalam tiga sampai empat tahun ke depan. LPKR melalui LMIRT Mgt and Bowsprit
Capital Corp. Ltd. mengelola 2 REITs yang tercatat di Bursa Efek Singapura
yaitu LMIRT dan FREIT (First Real Estate Investment Trust).
“LPKR berencana untuk mendorong manajemen LMIRT untuk lebih
fokus dalam mengembangkan portofolio retail malls menjadi US$4 Miliar dalam 3
tahun, ” kata President Direktur dan CEO LPKR, Ketut B. Widjaja. “Strategi LPKR
adalah untuk membangun dan atau mengakuisisi mal dan mendivestasikannya ke
dalam LMIRT. Hal ini akan mendorong fee income dan recurring revenue kami.”
Tingkat hunian leased mall-leased mall tersebut pada kuartal pertama 2011 telah
meningkat menjadi 97,4 persen dari tingkat hunian 86,7 persen di tahun
sebelumnya. Tren yang positif ini diharapkan akan terus berlanjut sejalan
dengan peningkatan basis konsumen Indonesia.
LPKR belum lama ini mengumumkan hasil kuartal I yang berakhir
31 Maret 2011, Pendapatan dan Laba Bersih masing-masing Rp882 miliar dan Rp136
miliar didukung oleh penjualan rumah yang kuat sebagai hasil dari peningkatan
pendapatan masyarakat kelas menengah Indonesia yang memicu peningkatan
permintaan yang lebih besar bagi pemilikan rumah dan peningkatan konsumsi.
Recurring Income LPKR terus meningkat dan tumbuh 20 persen menjadi Rp471 miliar
dan merupakan 53,4 persen dari total Pendapatan Perseroan di kuartal I.
LPKR berada di garis depan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
belum pernah terjadi sebelumnya yang ditandai dengan kenaikan PDB sebesar 6
persen per tahun dalam 5 tahun terakhir, penurunan angka pengangguran, kenaikan
tingkat upah dan peningkatan arus urbanisasi. Hal ini tercermin melalui hasil
kinerja yang kuat dari seluruh unit usaha strategis Perseroan. Pendapatan per
kapita yang melebihi US$3.000 sangat mendorong penjualan Residential/Township,
belum terpenuhinya permintaan akan layanan kesehatan yang berkualitas terus
mendorong pertumbuhan Divisi Hospitals dan juga kegiatan operasional retail
malls milik Perseroan.
Unit-unit Usaha LPKR terdiri dari Residential/Township,
Retail Malls, Hospitals, Hotels and Asset Management. LPKR tercatat di Bursa
Efek Indonesia dengan kapitalisasi pasar senilai Rp14,5 triliun atau USD1,7
miliar. (KSP) Ketut mengatakan bahwa pihaknya akan memanfaatkan kondisi yang
bagus itu untuk meningkatkan penjualan properti hunian di tahun 2012. Ia
berkata melalui keterangan resmi, “Kami pun fokus untuk pertumbuhan di divisi
rumah sakit, mal, dan manajemen aset. Juga akan intensif di strategi asset
light untuk mendapatkan keuntungan tambahan.”
Ucap Ketut lebih jauh, di tahun 2011, performa Lippo Karawaci
sangat memuaskan. Khususnya dalam hal pengembangan properti; lebih spesifik
lagi dalam pengembangan kawasan industri. “Divisi Healthcare akan melakukan
ekspansi dengan mendirikan enam rumah sakit lagi. Direncanakan dibuka di tahun
ini. Itu melengkapi tujuh Rumah Sakit Siloam yang sekarang sudah beroperasi.”
SARAN
:
Lippo dalam pengembangan perusahaannnya lebih menekankan pada
perkembangan dan pembangunan perusahaan baru yang bergerak dalam bidang Rumah
sakit untuk kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang sehingga perusahaan
ini mampu bertahan dan tetap eksis di masa akan dating oleh karena itu strategi
yang di terapkan perusahaan ini yaitu strategi korporasi dengan membangun anak
usaha baru yang bergerak dalam bidang usaha yang lain.
5.
Strategi
Unit BIsnis BCG
Persaingan antar perusahaan dengan diversifikasi tidak
berlangsung pada tingkat korporat. Sebaliknya, unit bisnis dalam satu
perusahaan (Protecter & Gamble’s Pampers unit) bersaing dengan unit
bisnis dalam perusahaan lain (Kimberly Clark’s Huggies unit). Kantor korporat
dari perusahaan dengan diversifikasi tidak menghasilkan laba dari dirinya
sendiri; melainkan pendapatan dihasilkan dan biaya ditanggung dalam unit-unit
bisnis. Strategi unit bisnis berkenaan dengan bagaimana menciptakan dan
memelihara keunggulan kompetitif dalam masing-masing industry yang telah
dipilih oleh suatu perusahaan untuk berpartisipasi.
Misi
Unit Bisnis
Dalam perusahaan dengan diversifikasi, salah-satu tugas
manajemen senior adalah mengalokasikan sumber daya, yakni, membuat keputusan
mengenai penggunaan kas yang dihasilkan dari beberapa unit bisnis untuk
mendanai pertumbuhan dalam unit bisnis lain. Beberapa model perencanaan telah
dikembangkan untuk membantu manajer tingkat korporat dalam mengalokasikan
sumber daya secara efektif. Model-model ini menyarankan bahwa perusahaan
memiliki unit-unit bisnis dalam beberapa kategori, yang diidentifikasikan
dengan misinya; strategi yang tepat untuk setiap kategori yang berbeda.
Dari banyak model perencanaan, dua yang paling banyak
digunakan adalah Boston Consulting Group’s Matriks pembagian pertumbuhan 2×2
dan General Electric Company/Mckinsey & Company’s matriks daya tarik
industri-kekuatan bisnis 3×3. Meskipun model-model ini berbeda dalam metodologi
yang digunakan untuk mengembangkan misi yang paling tepat bagi berbagai unit
bisnis, namun model-model tersebut mempunyai perangkat misi sama untuk dipilih:
bangun(build), pertahankan (hold), panen (harvest), dan divestasi (divest).
Bangun
Misi ini menyiratkan tujuan menambah pangsa pasar, bahkan
dengan mengorbankan laba jangka panjang dan arus kas (contoh, bioteknologi
merk, peranti elektronik black and decker).
Pertahankan
Misi strategis ini diarahkan pada perlindungan pangsa pasar
unit bisnis dan posisi persaingan ( contoh, komputer mainframe IBM).
Panen
Misi mempunyai tujuan memaksimalkan laba jangka pendek dan
arus kas, bahkan dengan mengorbankan pangsa pasar ( contoh, produk tembakau
American Brands, bola lampu General Electric dan Sylvania).
Divestasi
Misi ini menunjukkan suatu keputusan untuk mundur dari
bisnis melalui proses likuidasi perlahan-lahan atau penjualan segera.
BCG menggunakan logika berikut ini untuk membuat resep
strategi bagi masing-masing dari keempat sel. Unit bisnis yang termasuk dalam
kuadran tanda tanya secara khusus diberi misi : “bangun†pangsa pasar. Logika dibalik
rekomendasi ini berkaitan dengan dampak positif dari kurva pengalaman. BCG
beragumentasi bahwa dengan membangun pangsa pasar dalam fase pertumbuhan dari
suatu industry, unit bisnis akan menikmati posisi biaya rendah.
Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran bintang secara
khusus diberi misi : “pertahankan†pangsa pasar. Unit-unit ini sudah memiliki pangsa pasar
yang tinggi dalam industri mereka, dan tujuannya adalah investasi kas untuk
mempertahankan posisi itu.
Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran sapi perah kas
adalah sumber utama kas untuk perusahaan. Karena unit-unit ini mempunyai pangsa
pasar relatif tinggi, maka unit-unit tersebut mungkin mempunyai biaya per unit
yang paling rendah dan oleh karena itu memiliki laba yang paling tinggi.
Bisnis dalam kuadran anjing mempunyai posisi persaingan yang
lemah dalam industry yang tidak menarik. Bisnis seperti ini harus dijual,
kecuali bila ada kemungkinan baik untuk membuatnya menjadi menguntungkan. Matriks General Electric Company/McKinsey
& Company serupa dengan matriks BCG dalam membantu korporasi untuk
menerapkan misi di seluruh unit-unit bisnisnya. Walaupun demikian,
metodologinya berbeda dengan pendekatan BCG dalam hal-hal berikut ini :
a. BCG menggunakan tingkat pertumbuhan
industry sebagai wakil untuk daya tarik industry. Dalam matriks General
Electric, daya tarik industry didasarkan pada penilaian tertimbang atas
factor-faktor seperti besarnya pangsa pasar, pertumbuhan pasar, penghalang
untuk memasuki pangsa pasar, teknologi yang usang, dan sejenisnya.
b. BCG menggunakan pangsa pasar relative
sebagai proxy untuk posisi persaingan yang dimiliki oleh unit bisnis saat ini.
Matriks General Electric, di lain pihak, menggunakan beragam faktor seperti
pangsa pasar, kekuatan distribusi, dan kekuatan rekayasa untuk menilai posisi
persaingan dari unit bisnis tersebut.
No comments:
Post a Comment