Berisi Tulisan
mengenai Pengendalian Hama dan penyakit yang ada pada tanaman Padi di
mulai dari Bioekologi hama dan penyakit tanaman padi, pengendalian baik
secara kimia maupun pengendalian secara hayati.
A. HAMA TANAMAN PADI
a. Tikus sawah ( Rattus argentiventer Rob & Kloss )
Bioekologi :
Bagian punggung berwarna coklat muda berbecak hitam, perut dan dada putih. Panjang
kepala dengan badan 130-210 mm, ekor 120- 200mm, dan tungkai 34-43 mm.
Jumlah putting susu tikus betina 12 buah, 3 pasang di dada dan 3 pasang
di perut.
Kepadatan
populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Serangan
tikus dapat terjadi sejak di pesemaian, pertanaman sampai pasca panen.
Pada pesemaian sampai tanaman fase vegetatif , populasi tikus umumnya
masih rendah dan kepadatan populasi meningkat pada fase generatif.
Di
lahan yang ditanami padi secara terus menerus ( 2 kali/tahun) puncak
populasi akan terjadi 2 kali , yaitu pada saat tanaman fase generatif.
Di lahan yang ditanami padi 1 kali/tahun , puncak populasi hanya terjadi
1 kali, yaitu fase generatif.
Pada
saat tanaman fase generatif, kebutuhan gizi tikus jantan belum
terpenuhi, untuk membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai
terjadi saat primordial dan terus berlangsung sampai fase generatif.
Tikus jantan siap kawin pada umur 60 hari, sedangkan tikus betina siap
kawin pada umur 8 hari. Masa bunting berlangsung selama 19-23 hari. Dua
hari setelah melahirkan, tikus betina mampu kawin lagi.
Jumlah anak berkisar 2-18 ekor/induk/kelahiran :
- kelahiran I : 6-18 ekor/induk.
- kelahiran II s/d VI : 6 – 8 ekor/induk.
- kelahiran VII, dst : 2-6 ekor/induk.
Secara teoritis dari 1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam waktu 1 tahun.
Pada
saat tanaman fase vegetatif, tikus hidup soliter dan di luar liang,
sedang pada fase generatif, tikus hidup berpasang-pasangan dan tinggal di dalam liang.
Pada
saat tanaman fase vegetatif, kontruksi liang dangkal dan tidak
bercabang-cabang. Setelah fase generatif , liang dibuat lebih dalam,
lebih panjang, bercabang-cabang dan mempunyai pintu lebih dari satu.
Persawahan dengan pematang yang sempit ( lebar < 30 cm ), hanya
sedikit digunakan sebagai tempat liang.
Luas
wilayah dan jarak jelajah harian tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan
da populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah ( fase generatif tanaman
), jelajah hariannya pendek ( 50-125 m ) dan bila sumber pakan sedikit (
fase pengolahan tanah sampai dengan akhir vegetatif ) jelajah harian
panjang ( 100- 200 m ). Migrasi tikus mencapai 1-2 km. Tetapi bila daya
dukung wilayah menjamin, tikus tidak akan bermigrasi.
Untuk
kelangsungan hidupnya, tikus memerlukan pakan, air dan tempat
persembunyian. Keberadaan tikus di lapang dapat diketahui dengan cara
pengumpanan tanpa racun yang dipasang minimal sebanyak 20 titik umpan/ha
atau pengamatan jejak dan jalan lintas tikus.
TEKNIK PENGENDALIAN.
Pengendalian
tikus harus sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian
sampai anakan maksimum dengan teknik pengendalian sebagai berikut :
1. Pada saat pra tanam atau pengolahan tanah dilakukan gropyokan, sanitasi lingkungan dan pengumpanan beracun di habitatnya.
2. Tanam serentak dengan selang < 10 hari dalam areal luas (+
300 Ha) sehingga masa generatif tanaman hampir serempak yang diharapkan
pertumbuhan populasi tikus dapat dideteksi dan upaya pengendalian dapat
direncanakan dengan baik.
3. Minimalisasi ukuran pematang dan tanggul disekitar persawahan sehingga mengurangi kesempatan pembuatan liang
4. Sanitasi lingkungannam persawahan (semak, rumput dan tempat persembunyian lain)
5. Pemagaran persemaian dengan plastik dan dikombinasikan dengan pemasangan perangkap bubu
6. Pada
tanaman muda dilakukan pemasangan umpan beracun antikoagulan,
pengemposan, sanitasi lingkungan, pemasangan pagar plastik dan
dikombinasikan dengan perangkap bubu pada pertanaman yang berbatasan
dengan sumber serangan
7. Pemasangan bubu yang dikombinasikan dengan pagar plastik serta tanaman perangkap. Untuk setiap + 13 ha dapat diwakili satu petak tanaman perangkap.
8. Pemanfaatan musuh alami antara lain kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan burung hantu.
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
TEKNIK PENGENDALIAN.
1. Pengaturan Pola Tanam.
Pengaturan
pola tanam yang diterapkan adalah tanam serentak, pergiliran tanaman
dan pergiliran varietas berdasarkan tingkat ketahanan dan tingkat
biotipe wereng batang coklat
Dengan
tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama
sehingga populasi wereng coklat tidak mempunyai kemampuan untuk
berkembangbiak terus menerus, memudahkan pengamatan dan tindakan
korektif apabila diperlukan. Tanam
serentak juga dapat membantu memutus ketersediaan makanan hama karena
adanya periode tidak ada tanaman (bera). Tanam serentak hendaknya
dilakukan pada areal yang sekurang-kurangnya satu petak tersier atau
wilayah kelompok tani dengan selisih waktu tanam paling lama 2 minggu.
2. Penggunaan Varietas Tahan.
Penggunaan varietas tahan dan pergiliran
varietas tahan dilakukan untuk menekan dan menghambat perkembangan
biotipe baru. Varietas yang digilir harus dari kelompok varietas yang
memiliki gen tahan baik dalam musim maupun antar musim namun demikian
penggunaan varietas tahan masih mengandung resiko karena ketahanan
genetik varietas tahan dapat dipatahkan oleh adanya perkembangan biotipe
wereng coklat.
3. Pengendalian Hayati.
Penggunaan cendawan entomopathogen yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan Wereng coklat antara lain : Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, M. flavoviridae dan Hersutella citriformis.
4. Eradikasi.
Eradikasi dilakukan apabila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil hampa dengan pencabutan dan pemusnahan.
5. Penggunaan Insektisida.
Pengedalian
dengan insektisida dilakukan apabila telah ditemukan populasi wereng
coklat 10 ekor / rumpun (1 ekor / tunas) pada tanaman berumur <
40 HST dan 20 ekor/ rumpun pada tanaman berumur > 40 HST.
Insektisida yang dipilih bersifat selektif, efektif dan diijinkan untuk
digunakan pada tanaman padi.
Untuk
daerah yang telah ditemukan serangan virus (kerdil rumput dan atau
kerdil hampa) digunakan insektisida butiran 1 hari sebelum pengolahan
tanah secara seed bed treatment. Dan dilanjutkan penyemprotan insektisida pda persemaian apabila ditemukan adanya populasi wereng coklat.
TEKNIK PENGANDALIAN :
Ø Pengaturan
air irigasi, yaitu dengan mengeringkan air pada persemaian dan
persawahan yang terserang (5-7 hari) untuk mencegah perpindahan larva
sehingga mati. Hal ini disebabkan larva hanya bertahan hidup bila ada
air.
Ø Karen hama putih hanya menyerang tanaman muda, maka pengendalian dengan insektisida tidak dianjurkan. Aplikasi pestisida diijinkan bila intensitas serangan rata-rata > 25 %.
No comments:
Post a Comment