Status Wereng coklat (Nilaparvata lugens
Stal.) merupakan hama dari golongan insekta yang sangat merugikan
perpadian di Indonesia. Hama wereng coklat pada dasawarsa 1961-1970
telah merusak tanaman padi seluas 52.000 ha. Pada periode tersebut
serangan terjadi pada musim hujan 1968-1969 di daerah Jawa Tengah
(Brebes, Tegal, Klaten) seluas 2.000 ha dan di Jawa Barat (Subang dan
Indramayu) sekitar 50.000 ha. Pada dasawarsa tahun 1971-1980 mencapai
2.500.000 ha.
Serangan wereng coklat yang sangat berarti mengurangi hasil padi
secara substansial, mengakibatkan kelumpuhan perekonomian tingkat
petani, hal ini terbukti dengan laporan dari beberepa propinsi untuk
tahun 2004 dan 2005 telah terjadi serangan wereng coklat terhadap
beberapa varietas padi yang diunggulkan. Pada MT 2005 luas serangan
wereng coklat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat mencapai
46.000 ha.
Bioekologi wereng coklat
Wereng coklat berkembangbiak secara
sexual, masa pra peneluran 3-4 hari untuk brakiptera (bersayap kerdil)
dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang). Telur biasanya
diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau populasinya
tinggi telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur
diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir.
Satu ekor betina mampu meletakkan telur 100-500 butir.
Di Sukamandi Telur menetas setelah 9
hari, sedangkan di daerah subtropika waktu penetasan telur lebih lama
lagi. Nimfa mengalami lima instar, dan rata-rata waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan periode nimfa adalah 12.82 hari. Nimfa dapat
berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah
makroptera (bersayap panjang) yaitu wereng coklat yang mempunyai sayap
depan dan sayap belakng normal. Bentuk kedua adalah brakiptera
(bersayap kerdil) yaitu wereng coklat dewasa yang mempunyai sayap depan
dan sayap belakang tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang sangat
rudimenter.
Faktor alelokemik tanaman merupakan
faktor yang agak langsung mempengaruhi bentuk sayap. Jaringan tanaman
hijau kaya bahan kimia mimik hormon juvenil, tetapi pada padi yang
mengalami penuaan bahan kimia mimik hormon juvenilnya berkurang. Oleh
karena itu perkembangan wereng coklat pada tanaman tua atau setengah tua
banyak muncul makroptera.
Perubahan bentuk sayap ini penting sekali ditinjau dari tersedianya makanan pokok di lapangan.
Pengendalian
Pengendalian wereng coklat telah
dilakukan sejak 1970 dengan berbagai cara. Usaha-usaha pengendalian ini
meliputi penggunaan varietas tahan, perubahan cara bercocok tanam, dan
penggunaan pestisida. Inpres No.3, 1986 lebih mempertegas kembali
pengendalian hama terpadu (PHT) hama wereng coklat yaitu pola tanam,
varietas tahan, sanitasi, dan eradikasi, serta penggunaan pestisida
secara bijaksana.
Pada dasarnya pengendalian wereng coklat
menyangkut tiga komponen dasar yaitu a) pengetahuan biologi dan ekologi
serangga, b) penetapan ambang ekonomi/ambang kendali, dan c) metode
pengukuran atau penilaian terhadap serangan hama. Komponen dasar
tersebut sebagian besar sudah diketahui. Maka sistem pengelolaan itu
harus dapat dikembangkan dengan baik.
Jurus Varietas tahan
Pengendalian wereng coklat yang pertama
kali harus menggunakan varietas tahan yang disesuaikan dengan biotipe
wereng yang dihadapinya. Varietas tahan mempunyai andil yang sangat
besar karena dapat mereduksi populasi wereng coklat. IR74 (Bph3) dan
IR64 (Bph1+) berturut-turut dapat mereduksi wereng coklat sebesar 94.9
dan 77.4% dibanding dengan varietas Cisadane yang tidak dapat menekan
populasi wereng coklat biotipe 3, sedangkan Cisanggarung hanya mereduksi
20.3%.
Teknologi pengendalian hama menggunakan ambang ekonomi
berdasar musuh alami
Pengendalian wereng coklat menggunakan
ambang kendali berdasar musuh alami dapat digunakan pada semua daerah
serangan hama. Pekerjaan yang mesti dilakukan sebagai berikut:
- Pengamatan wereng coklat dilakukan seminggu sekali atau paling lambat 2 minggu sekali
- Amati pada 20 rumpun arah diagonal, pada hamparan 5 ha dengan
.(varietas sama dan umur yang sama diambil 2 contoh masing-masing 20
rumpun.
- Hitung jumlah wereng (wereng coklat + wereng punggung putih) dan musuh alami (laba-laba Ophione nigrofasciata, Paederus fuscifes, Coccinella, dan kepik Cyrtorhinus lividipennis.
- Gunakan formula Baehaki dibawah ini
Ai: Populasi wereng (wereng coklat + wereng punggung putih} pada 20 rumpun pada minggu ke-i.
Bi: Populasi predator Laba-laba + Ophionea nigrfasciata + Paederus fuscifes Coccinella pada 20 rumpun pada minggu ke-i
Ci: Populasi Cyrtorhinus lividipennis pada 20 rumpun
Di: Wereng coklat terkoreksi per rumpun
Aplikasi insektisida
Jika dan hanya jika nilai Di > 5 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur <40 hst atau nilai Di
>20 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur >
40hst perlu diaplikasi dengan insektisida yang direkomendasikan.
Jika dan hanya jika nilai Di < 5 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur <40 hst atau nilai Di
<20 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur >
40hst tidak perlu diaplikasi dengan insektisida, tetapi teruskan amati
pada minggu berikutnya.
Pada ambang kendali berdasarkan musuh alami terabaikan perhitungannya sama dengan di atas. Perbedaannya yaitu jika nilai Di > 5 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur <40 hst atau nilai Di
>20 ekor wereng coklat terkoreksi/rumpun pada padi berumur >
40hst tidak perlu diaplikasi dengan insektisida dan dibiarkan sampai
pengamatan minggu berikutnya. Apabila hasil analisis minggu berikutnya
menunjukkan nilai Di lebih besar dari nilai Di
minggu yang lalu, maka perlu dikemdalikan dengan insektisida tersebut di
atas. Apabila hasil analisis minggu berikutnya menunjukkan nilai Di lebih kecil atau sama dengan nilai Di minggu yang lalu, maka tidak perlu diaplikasi dan amati lagi pada minggu selanjutnya.
|
No comments:
Post a Comment