PENDAHULUAN
Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari
sektor pertanian menunjukkan demikian besar peranan sektor pertanian
dalam menopang perekonomian dan memiliki implikasi penting dalam
pembangunan ekonomi ke depan.Untuk membangun pertanian dibutuhkan SDM
yang berkualitas. Lebih dari itu, tersedianya SDM yang berkualitas
merupakan modal utama bagi daerah untuk menjadi pelaku (aktor),
penggerak pembangunan di daerah. Karena itu untuk membangun pertanian,
kita harus membangun sumber daya manusianya. SDM yang perlu dibangun di
antaranya adalah SDM masyarakat pertanian (petani-nelayan, pengusaha
pertanian dan pedagang pertanian), agar kemampuan dan kompetensi kerja
masyarakat pertanian dapat meningkat, karena merekalah yang langsung
melaksanakan segala kegiatan
usaha pertanian di lahan usahanya. Hal ini
hanya dapat dibangun melalui proses belajar dan mengajar dengan
mengembangkan sistem pendidikan non formal di luar sekolah secara
efektif dan efisien di antaranya adalah melalui penyuluhan
pertanian.Melalui penyuluhan pertanian, masyarakat pertanian dibekali
dengan ilmu, pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan
inovasi baru di bidang pertanian dengan sapta usahanya, penanaman
nilai-nilai atau prinsip agribisnis, mengkreasi sumber daya manusia
dengan konsep dasar filosofi rajin, kooperatif, inovatif, kreatif dan
sebagainya. Yang lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku
masyarakat pertanian agar mereka tahu dan mau menerapkan informasi
anjuran yang dibawa dan disampaikan oleh penyuluh pertanian.
DINAMIKA PENYELENGGARAAN PENYULUHAN
Kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia dilaksanakan oleh Departemen
Pertanian resmi dimulai 1 Januari, 1905. Di daerah, tugas tersebut
dilaksanakan oleh Pangereh Praja atas perintah kepada petani. Pada tahun
1921, kegiatan penyuluhan dilaksanakan oleh Dinas Penyuluhan Pertanian,
dalam bidang tanaman pangan dan perkebunan, disamping perkereditan
(Abbas 1995).
Gerakan penyuluhan pertanian di Indonesia, diprakarsai oleh pemerintah,
berbeda dengan gerakan penyuluhan di Inggris dan Amerika yang
diprakarsai oleh masyarakat. Sejak awal, kegiatan penyuluhan pertanian
di Indonesia, diposisikan sebagai instrumen untuk mensukseskan
program-program pemerintah. Periode (1945-1959), penyuluhan
diintegrasikan dengan Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI). Penyuluhan
pertanian dicirikan oleh pendirian Balai Pendidikan Masyarakat Desa
(BPMD). Kegiatannya mendidik masyarakat desa dengan menggunakan sistem
penyuluhan tetesan minyak. Periode (1959-1963) penyuluhan pertanian
dengan sistem tetesan minyak, yang dicirikan oleh meningkatkan
partisipasi petani secara sukarela, diubah menjadi gerakan massa.
Penyuluhan diintegrasikan dengan gerakan swasembada beras. Permasalahan
kekurangan pangan yang menonjol dalam periode ini, dipecahkan dengan
penyebar luasan penggunaan teknologi, melalui kegiatan penyuluhan
pertanian.
Periode (1966-1986) merupakan periode keemasan. Periode sebelum tahun
1986 menempatkan penyuluhan pertanian dalam koordinasi Balai Penyuluhan
Pertanian (BPP) dengan pendekatan sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU).
Kegiatan penyuluhan cukup efektif dengan pendekatan pola pembangunan
yang sentralistis. Hal ini dilihat dari tercapainya swasembada beras
pada tahun 1984. Hal ini dianggap puncak prestasi penyuluhan pertanian
di Indonesia (Vitayala at al. 1998). Dari tahun 1984 hingga tahun 1991
penyuluh pertanian dikelola oleh Sekretariat Badan Pengendali BIMAS,
untuk mempermudah mobilisasi Penyuluh Pertanian dalam pencapaian sasaran
intensifikasi dengan pendekatan sistem kerja LAKU. Selama periode ini
penyuluhan pertanian dipergunakan sebagai instrumen untuk memecahkan
masalah kelangkaan pangan khususnya beras. Dalam periode ini telah
muncul gejala-gejala krisis penyuluhan pertanian di Indonesia Periode
(1991-2000) dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Mendagri dan Mentan
Nomor: 539/kpts/LP.120/7/1991 dan Nomor: 65 Tahun 1991 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian di daerah, yang menyerahkan urusan
penyuluhan pertanian kepada pemerintah daerah. Pada periode ini kondisi
penyuluhan pertanian semakin parah. Dinamika penyuluhan pertanian
menurun drastis, loyo, kekurangan gairah (Vitayala et al. 1998). Puspadi
(2002) menemukan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Indonesia
dalam keadaan krisis kelembagaan, legitimasi, anggaran sehingga
efektivitas dan kepuasan petani terhadap kegiatan penyuluhan pertanian
cenderung rendah dan sangat rendah.
TUJUAN DAN PERANAN PENYULUH DALAM PEMBANGUNAN SDM
Tujuan penyuluhan pertanian adalah dalam rangka menghasilkan SDM pelaku
pembangunan pertanian yang kompeten sehingga mampu mengembangkan usaha
pertanian yang tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusaha
tani lebih menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejahtera
(better living) dan lingkungan lebih sehat. Penyuluhan pertanian
dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan
petani-nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian, serta
mendampingi petani untuk:
(1) Membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke depan
(2) Membantu mereka menemukan masalah
(3) Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah
(4) Membantu mereka mengambil keputusan, dan
(5) Membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
Keberhasilan penyuluhan pertanian dapat dilihat dengan indikator
banyaknya petani, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian yang mampu
mengelola dan menggerakkan usahanya secara mandiri, ketahanan pangan
yang tangguh, tumbuhnya usaha pertanian skala rumah tangga sampai
menengah berbasis komoditi unggulan di desa. Selanjutnya usaha tersebut
diharapkan dapat berkembang mencapai skala ekonomis. Semua itu
berkorelasi pada keberhasilan perbaikan ekonomi masyarakat, peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, lebih dari itu akan bermuara
pada peningkatan pendapatan daerah.
Ke depan arah pembangunan, menuju pada industrialisasi di bidang
pertanian melalui pengembangan agribisnis yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Hal ini akan bisa diwujudkan dengan lebih dahulu
menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, terutama masyarakat
pertanian, sehingga kesinambungan dan ketangguhan petani dalam
pembangunan pertanian bukan saja diukur dari kemampuan petani dalam
memanage usahanya sendiri, tetapi juga ketangguhan dan kemampuan petani
dalam mengelola sumberdaya alam secara rasional dan efisien,
berpengetahuan, terampil, cakap dalam membaca peluang pasar dan mampu
menyesuaikan diri terhadap perubahan dunia khususnya perubahan dalam
pembangunan pertanian. Di sinilah pentingnya penyuluhan pertanian untuk
membangun dan menghasilkan SDM yang berkualitas.
Upaya mencapai itu semua diperlukan penyelenggaraan penyuluhan
pertanian yang baik, selanjutnya dibutuhkan kelembagaan, ketenagaan yang
kompeten, mekanisme dan tata kerja yang jelas termasuk supervisi,
monitoring dan evaluasi yang efektif dan pembiayaan yang memadai. UU No.
16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (SP3K) sebagai wujud revitalisasi penyuluhan pertanian, telah
mengatur penyelenggaraan penyuluhan yang baik. Untuk implementasi UU
SP3K tersebut menghendaki kearifan lokal dari otonomi daerah.
Ke depan peran penyuluhan pertanian diposisikan pada posisi yang
strategis di mana kelembagaan penyuluhan pertanian berada dan dapat
berhubungan langsung dengan bupati, sehingga penyelenggaraan penyuluhan
pertanian betul-betul terkoordinir dan bisa berjalan efektif dan
efisien.
Semangat usaha yang cenderung menurun akibat dihadapkan pada nilai jual
produk yang belum menguntungkan, dan choise dengan produk komoditi usaha
tani yang lain yang lebih menguntungkan.
Untuk membangun itu semua, penyuluhan pertanian memegang peranan yang
cukup strategis. Agar penyuluhan pertanian dapat berjalan efektif dan
efisien, UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (SP3K) yang mengatur penyelenggaraan penyuluhan,
hendaknya dapat diimplementasikan, tentunya menghendaki adanya kearifan
lokal dari otonomi daerah. Namun hal yang cukup fundamental, mentalitas
petani sebagai pelaku usaha tani padi perlu diperhatikan. Semangat
usaha yang cenderung menurun akibat dihadapkan pada nilai jual produk
yang belum menguntungkan, dan choise dengan produk komoditi usaha tani
lain yang lebih menguntungkan. Karena itu petani perlu mendapatkan
inspirasi yang selalu up to date agar tumbuh motivasi dan gairah usaha
dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi untuk maju demi peningkatan
kualitas SDM pertanian di Indonesia.
FUNGSI, TUGAS PENYULUHAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN KE DEPAN
Mewujudkan tujuan pembangunan pertanian memerlukan tiga fungsi yaitu
fungsi pengaturan dan pelayanan oleh Dinas, fungsi penyuluhan serta
fungsi penelitian. Ketiga fungsi tersebut kedudukannya sepadan dalam
melaksanakan pembangunan pertanian. Pertanian di Indonesia, B dicirikan
oleh penguasaan lahan relatif sempit, sumber daya petaninya relatif
rendah dan beban sektor pertanian dalam menunjang perekonomian relatif
berat sehingga permasalahan pembangunan pertanian menjadi semakin
kompleks.Fakta empiris di negara-negara maju menunjukkan tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh modal manusia,
sosial dari pada modal sumber daya alam. Dalam mewujudkan tujuan
pembangunan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani maka
kedudukan fungsi penyuluhan pertanian sangat strategis karena perannya
dalam meningkatkan modal manusia pertanian dan modal sosial. Dalam era
revolusi triple”T” yaitu telekomunikasi, transportasi, dan tourisme yang
terus berjalan, berdampak pada perubahan perilaku masyarakat pedesaan.
Puspadi (2002) menemukan munculnya gejala-gejala perubahan budaya dan
perilaku para petani.
Gejala Perubahan budaya dan perilaku petani
Dari Ke arah
Menerima dan mengimplementasikan ideologi ” fundamentalisme agraris”
Mempertanyakan ideologi ” fundamentalisme agraris” dan menuntut
simbul-simbul kehidupan perkotaan dan orang kota
Sistem nilai absolut relatif kuat Munculnya sistem nilai relatif
Menerima kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian tanpa syarat
Mengkritisi secara rasional dan komersial kebijakan-kebijakan
pembangunan pertanian
Otoritas pengambilan keputusan individu dalam usaha tani relatif rendah
Otoritas pengambilan keputusan individu dalam usaha tani relatif kuat
Relatif sebagai konsumen teknologi dan informasi pertanian Relatif sebagai produsen teknologi dan informasi pertanian
Perencanaan usaha tani relatif dipengaruhi musim Perencanaan usaha tani relatif dipengaruhi pasar
Penerima perencanaan usaha tani Perencana, pensintesa dan pemecah masalah
Keputusan usaha tani dipengaruhi oleh pengamanan tingkat subsistensi
Keputusan usaha tani dipengaruhi oleh tingkat keuntungan dan kecepatan
memberikan pendapatan
KESIMPULAN DAN SARAN
Beberapa kelemahan teknologi pertanian salah satunya adalah meredupnya
peran penyuluh pertanian. Penyuluh Pertanian sebagai suatu proses
belajar yang secara formal fleksibel diyakini merupakan pembelajaran
yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas SDM pertanian di
Indonesia, terutama dalam mengadopsi teknologi usha tani.
Penyuluh Pertanian pernah berhasil ketika dimulai Program Bimbingan
Massal (BIMAS) dengan memasyarakatkan teknologi intensifikasi petanian
yang mencapai puncaknya pada 1994 ketika kita berswasembada beras.
Keberhasilan tersebut merupakan prestasi tertinggi dunia penyuluhan di
indonesia. Kini setelah dua dekade petani kita masih miskin, gurem dan
jauh dari sejahtera.Dari kondisi ini sudah sepatutnya muncul semangat
bahwa upaya penyuluhan pertanian juga dapat mengubah wajah SDM pertanian
di Indonesia saat ini dan kedepan.
Karena itu, slah satu kuncinya adalah harus terjadi revolusi dalam
dunis peyuluhan di Indonesia. Para Penyuluh Pertanian masa depan harus
mampu mengantisipasi perubahan IPTEK pertanian, dengan kapasitas dan
kapabilitas memadai. Maka proses transfer pengetahuan dan keterampilan
materi penyuluhan (komunikasi penyuluhan) dapat diselenggarakan denagn
lebih baik. Dengan demikian, penyuluh dapat membuat materi yang selalu
baru dan pragmatis.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pelaksanaan Penyuluhan. Jakarta. Pusbangluhtan,Departemen Pertanian .
Hadiat,Aat. 2004. Dinamika Penyuluh Pertanian . Bandung Jurnal Pertanian
Ruswandi, Agus. Rustiadi, Ernan. Mudjikdjo, Kuswardhono.2007. Dampak
Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kesejahteraan Petani Dan Perkembangan
Wilayah : Studi Kasus di Daerah Bandung Utara . Jurnal Agro Ekonomi, Vol
25, No 2, 207 – 219.
Tohir Winarno,1997. Modernisasi Sistem Agribisnis Menuju Visi 2030 . Tani Merdeka Vol IV Tahun 2007.
Djafar Onny Hafsah,. Perembpuan dalam Pembanguan Pertanian . Tani Merdeka Vol VI Tahun 2008.
No comments:
Post a Comment