SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI
Sampai
saat ini penanganan OPT masih tergantung pada insektisida Kimiawi
semata, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, ekonomis
dan ekologis. Teknologi pengendalian OPT yang didasarkan atas konsep
pengendalian hama terpadu masih belum merata, sehingga belum dapat
diterapkan sepenuhnya.
Dalam
menangani OPT penggunaan insektisida kimiawi bukan satu-satunya cara
yang dianjurkan, namun ada cara lain yaitu dengan memanfaatkan musuh
alami, salah satu cara yang dikembangkan yaitu dengan memanfaatkan
pathogen serangga terutama golongan virus.
Ada
enam kelompok virus serangga yaitu baculovirus,
cytoplasmic-polyhedrosis virus, entomopoxvirus, iridovirus, densovirus
danvirus yang memiliki RNA kecil. (Payne dan Kelly, 1981). Diantara
virus-virus tersebut yang telah direkomendasikan dan dikembangkan dewasa
ini yaitu dari Kelompok Baculovirus sub kelompok NPV (Nuclear
Polihedrosis Virus). NPV banyak diketemukan pada permukaan tanaman dan
tanah , infeksi ke serangga inang melalui saluran pencernaan. Beberapa
NPV yang telah dikembangkan diantaranya yaitu :
o Sl-NPV (Spodoptera Litua-NPV) untuk mengendalikan ulat Grayak pada tanaman Palawija,
o Se-NPV (Spodoptera exigua-NPV) untuk mengendalikan ulat tanaman bawang,
o Ha-NPV (Helicoperve armigera-NPV) untuk mengendalikan ulat penggerek buah palawija.
o Ms-NPV (Mymthimna separata –NPV) untuk mengendalikan ulat grayak tanaman Padi.
NPV
bersifat spesifik inang. Meskipun memiliki potensi yang cukup tinggi,
keberadaaannya dilapangan secara alamiah dan teknologi pemanfaatannya
telah diketahui namun dalam hal ini masih belum dimanfaatkan secara luas
dan maksimal.
DISKRIPSI.
Virus
ini berbentuk batang dan terdapat dalam inclusion bodies yang disebut
polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat
didalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa,
badan lemak, hypodermis dan Matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5 –15
um dan mengandung partikel virus (virion).
Virion
berbentuk batang, berukuran 40 – 70 nm x 250 – 400 nm dan mengandung
molekul deoxy-ribonucleid acid (DNA) (iggnoffo and Couch, 1981, Tanada
dan Kaya, 1993). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop elektron.
PROSES DAN GEJALA INVEKSI
Proses
infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama
pakan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9.0-10,5)
selubung polihedra larut sehingga membebaskan virion. Virion menembus
dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian
menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah
polihedra tertelan hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh,
Larva tampak berminyak dan berwarna pucat kemerahan, terutama pada
bagian perut. Kemampuan larva makan menjadi berkurang sehingga
pertumbuhan melambat, larva cenderung merayap ke puncak tanaman kemudian
mati dalam keadaan menggantungdengan kaki semu pada bagian tanaman.
Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan desintegrasi sehingga
sangat rapuh. Apabila terkena tusukan, intgumen menjadi robek dan dari
dalam tubuh keluar hemolimfa yang mengandung banyak polihedra. Larva
muda mati dalam 2 hari sedangkan larva tua dalam 4 – 9 hari setelah
polihedra tertelan ( Ignoffo dan Couch, 1981).
Ciri-ciri ulat mati terkena virus :
Untuk
membedakan antara ulat terkena virus dengan pestisida di lapang dapat
dilihat cirri-ciri dan perbedaan yang ditimbulkan yaitu:
o Matinya
ulat terkena virus cenderung memanjang (mengembang) atau tidak
mengkeret sedangkan apabila terkena pestisida cenderung mengkeret .
o Larva
yang mati terkena virus apabila dipijit atau ditusuk akan mudah robek
dan mengeluarkan lendir seperti nanah yang berbau busuk sekali, sdangkan
ulat yang terkena pestisida tidak berbau busuk.
POTENSI DAN KENDALA.
Sebagai agens pengendali OPT secara hayati, NPV memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
· Memiliki inang spesifik dalam kelompok genus atau familia yang sama.
· Tidak mempengaruhi parasitoid dan predator dan tidak membahayakan serangga bukan sasaran, manusia dan lingkungan.
· Dapat mengatasi masalah kereistensian OPT terhadap insektisida kimiawi
· Kompatibel dengan insektisida kimiawi lainnya. ( Maddox, 1975; Starnes et.al, 1993)
Disamping sifat menguntungkan , NPV juga memiliki sifat merugikan antara lai :
o Peka terhadap sinar matahari
o NPV memiliki daya bunuh lambat dibandingkan dengan Insektisida
o Dipengaruhi
oleh keadaan alam n(Suhu tinggi > 40 oC, bersifat asam pH 4-9 dan
pengaruh bahan kimia formalin / natrium hipoklori/desinfektan).
TEKNIK PRODUKSI
Teknik
produksi NPV yang dikemukakan disini yaitu teknik perbanayakan dengan
menggunakan serangga inang. Dalam produksi NPV perlu dilakukan dalam
ruang terpisah antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya (
pemeliharaan, penyimpanan, perbanyakan dll) sehingga proses produksi
dapat berjalan dengan baik.
Ada
tiga tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan NPV yaitu : a)
Pembiakan masal serangga inang b) Inokulasi dan Panen Larva Mati c)
Pemformulasian NPV.
Pembiakan Masal serangga inang.
Pembiakan
masal serangga inang selain ditujukan untuk penelitian juga untuk
memproduksi polihedra. Berikut ini dikemukakan teknik pembiakan masal
ulat grayak dengan pakan alami. :
Larva
hasil pembiakan di laboratorium atau hasil koleksi dari lapang
dipelihara dalam kotak pemeliharaan (Box plastik yang diberi ventilasi)
dan diberi pakan alami sesuai inangnya yaitu Spodoptera litura dengan
menggunakan daun Kedelai, Daun Talas, Daun Daun Ketela Rambat dll,
Spodoptera exigua dengan daun bawang, Heliotis armigera dengan jagung
muda hingga menjelang pra pupa. Selama instar I dan II pakan sebaiknya
berupa dedaunan yang mengandung zat cair yang banyak dan lebar, karena
untuk mempermudah pemeliharaan larva dan setelah larva instar III dan VI
pemeliharaan dilakukan secara intensif untuk menjaga ketersediaan
makanan bagi larva. Pemberian makanan dilakukan tiga kali sehari yaitu
pagi, siang dan malam hingga membentuk pupa. Untuk menjaga kebersihan
kandang maka pembersihan kandang dilakukan setiap hari dari sisa-sisa
makanan. Setelah menjelang pra pupa ulat dipindahkan ke dalam wadah baru
(kotak pemeliharaan atau tanaman yang ikerudung kain kasa) yang telah
diisi dengan campuran serbuk gergaji dan tanah untuk berkepompong
setelah menjadi pupa dalam wadah/kandang dimasukan tanaman perangkap
(kedelai/Kacang tunggak dalam pot) sebagai peletakan telur imago
Spodoptera litura. Sebagai pakan imago digunakan larutan madu 10 %. Dan
setelah bertelur dilakukan pengumpulan kelompok telur setiap harinya dan
dimasukan dalam wadah yang telah dipersiapkan untuk penetasan kelompok
telur. Untuk imago Spodoptera exigua pada pinggira box plastik diberi
lapisan kertas untuk peletakan telur. ( Proses pembiakan Masal Lab. PHPT
Surakarta).
Inokulasi dan Panen Larva Mati.
Larva
instar IV – V yang akan dijadikan media perbanyakan virus dimasukan
dalam box plastik ukuran 30 x 20 x 8 cm yang bagian atasnya diberi
ventilasi. Masing-masing 50 – 100 ekor (disesuaikan dengan kepadatan
ulat dalam box). Sebagai NPV awal bisa digunakan NPV yang dipunyai
dengan cara melarutkan 1 sendok (10 gram) NPV kedalam 1 liter air atau
bisa menggunakan ulat yang terinfeksi NPV 40 ekor / 1 liter air.
Kemudian daun yang akan dijadikan pakan larva tersebut dicelupkan dalam
larutan tersebut atau diolesi secara merata dengan larutan virus
tersebut. Setelah dikering anginkan daun tersebut digunakan sebagai
pakan larva yang telah disiapkan dalam Box. Biarkan pakan tersebut
sehari semalam dan besoknya daun diganti/ditambahkan pakan baru. Larva
yang ada dipelihara sampai semuanya mati. Agar larva yang terinfeksi
dapat diambil /dipanen dengan baik sebaiknya pemanenan dilakukan sebelum
larva mati atau baru mati karena apabila telah lanjut ulat mati akan
pecah.
Formulasi NPV.
NPV
diformulasikan dalam bentuk tepung untuk mempertahankan patogenitasnya.
Pemformulasian NPV dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Ulat
Grayak yang terinfeksi dikumpulkan kedalam kantong larva (disimpan di
lemari es) kemudian digerus dan ditambah 2 ml air / larva.
o Hasil gerusan kemudian disaring dengan kain halus diatas erlemeyer, penyaringan dilakukan 3 kali sehingga diperoleh NPV-1.
o Larutan
NPV-1 dimasukan kedalam sentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan
3500 putaran per menit atau dikocok dengan erlemeyer, yang kemudian
dihasilkan larutan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu air, lemak dan
endapan pellet.
o Endapan pellet diambil lalu ditambahkan aquades dengan perbandinagn 1 : 9 dalam erlemeyer atau tabung reaksi diperoleh NPV-2.
o Larutan
NPV-2 dimasukan dalam cawan kemudian ditambahkan bubuk kaolin/laktosum
(100 gram/1500 ulat grayak kedelai atau 3000 ekor ulat bawang). Secara
bertahap, sesendok-sesendok hingga membentuk pasta.
o Pasta
kemudian dimasukan dalam nampan plastik diangin-anginkan
(dikeringanginkan) 2 – 5 hari, setelah kering diambila dan digerus
sampai membentuk tepung, lalu dimasukan dalam kantong plastik (wadah)
dan siap diaplikasi.
o Jika disimpan sebaiknya dimasukan dalam lemari pendingin.
Produksi NPV Secara Praktis ;
Petani
(kelompok Tani) dapat membuat NPV secara praktis. Untuk itu petani
perlu diinformasikan dosis efektif terhadap OPT sasaran dan banyaknya
polihedra yang terkandung dalam tubuh larva. Sebagai contoh dosis
efektif terhadap ulat grayak adalah 1,5 x 1012 PIBs/ha (tanpa bahan
formulasi), dan rata-rata seekor larva instar VI mati terinfeksi NPV
mengandung 8 x 109 PIBs (4 x 109 – 2 x 1010 PIBs). Berdasarkan informasi
tersebut, banyaknya larva mati terinfeksi NPV yang dibutuhkan untuk
mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai seluas 1 ha sebanyak (1,5
x 1012 PIBs/ha) / (8 x 109 PIBs/ekor) = 187,5 ekor atau + 200 ekor.
Larva
dikoleksi dan dipelihara sebagaimana halnya dengan pembiakan masal ulat
grayak, tetapi dengan pakan alami. Larva (generasi berikutnya) berumur
seminggu sebanyak 200 – 300 ekor diberi pakan alami yang telah diolesi
dengan suspensi polihedra kasar. Suspensi dibuat dengan cara melumatkan
seekor larva instar VI yang mati terinfeksi NPV kemudian dicampur dengan
10 ml air. Larva dipelihara sampai mati, sebanyak 200 ekor larva instar
VI mati terinfeksi NPV dikumpulkan kemudian dilumatkan dengan
menambahkan 0,5 liter air dan selanjutnya disaring dengan kain halus.
Pelumatan dan penyaringan diulang 4 kali hingga diperoleh polihedra
kasar sebanyak 2 liter. Saat akan digunakan suspensi polihedra kasar ini
diencerkan dengan menambah air sehingga diperoleh suspensi cair
sebanyak 400 – 500 liter yang cukup untuk diaplikasikan ke tanaman
kedelai seluas 1 ha. Agar aktivitas NPV dapat dipertahankan stabil,
sebaiknya hasil pemrosesan disimpan dalam lemari es.
TEKNIK APLIKASI
NPV
diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot yang umum dgunakan
untuk mengaplikasikan insektisida kimiawi. Hasil terbaik dicapai bila
NPV diaplikasikan selama awal stadium perkembangan serangga, alasannya
larva instar awal lebih mudah dikendalikan dengan NPV daripada instar
akhir.
Agar
efektif dosis, frekuensi, Waktu, dan cara aplikasi harus tepat, Dosis
aplikasi yang digunakan sebagnyak 1000 g / ha (setara dengan 1,5 x 1012
PIBs/ha). Apabilakepdatan populasi OPT sasaran relatif tinggi, aplikasi
sebaiknya diulang 1 – 2 minggu kemudian. Dasarnya, karena NPV mengalami
umur paruh yang relatif singkat. Yaitu 2 hari setelah aplikasi dan
menjadi inaktif 14 hari setelah aplikasi (Ignoffo dan Couch,1981)
Sinar
Matahari mempengaruhi NPV, Oleh karena itu ada dua hal yang perlu
diperhatikan 1) Aplikasi harus dilakukan sore hari atau senja hari agar
polihedra segera tertelan oleh larva pada malam hari. Aplikasi pada pagi
hari atau siang hari akan merusak polihedra sebelum tertelan oleh
larva. 2) Aplikasi sebaiknya diarahkan ke bagian bawah permukaan daun
agar persistensi polihedra berlangsung lebih lama. NPV yang
diaplikasikan ke bagian atas permukaan daun menurun aktivitasnya hingga
50 % . (Okada, 1977)
PENUTUP.
NPV
merupakan salah satu agensia pengendali hayati pada beberapa jenis
serangga berstatus OPT, khususnya ulat grayak. Patogen ini memiliki
potensi yang cukup tinggi, mudah diperbanyak dengan biaya yang murah dan
mudah diaplikasikan seperti pestisida kimiawi dan terbukti efektif,
sehingga memberikan peluang untuk diproduksi dalam skala industri dimasa
mendatang yang diharapkan dapat menggantikan peranan insektisida
kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA.
- Arifin, M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan Implementasinya di Lapangan. Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan OPT dan Perumusan Komponen PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 - 5 Agustus 1997.
- Arifin, M, Pemanfaatan Sl-NPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati Ulat Grayak Pda Kedelai, Dalam Makalah Pelatihan Pemanfaatan dan Pengelolaan Agens Hayati
- Santoso T, 1992, Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera Litura dan Bacillus thuringensis untuk pengendalian Hama Perusak Daun Kedelai, Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua 7 – 8 September 1992.
- Sismiharjo H, 1996, Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV) Sebagai Sarana Pengendali Hayati terhadap Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Nbina Perlindungan Tanaman, Jakarta.
Perbanyakan dan Standarisasi.
Perbanyakan
NPV dilakukan dengan mencelup pakan kedalam larutan NPV
dikeringanginkan dan dimasukan dalam wadah plastik, selanjutnya larva
instar VI dimasukan dalam wadah yang telah diberi pakan celupan NPV
Setelah periode inkubasi 10 hari, larva umumnya akan mati. Larva mati
atau menjelang mati dikumpulkan kemudian diekstrasi dengan menggunakan
kaun penyaring 100 mesh. Suspensi polihedra kasar dimurnikan dengan
menggunakan sentrifuse berkedepatan 3500 putaran / menit selama 30
menit, endapan yang dihasilkan dari beberapa pemurnian kemudian disimpan
dalam lemari es.
Konsentrasi
polihedra stok distandarisasi dengan menggunakan haemacytometer melalui
penghitungan banyaknya PIBs/ml. Dari hasil perhitungan rata-rata seekor
larva instar VI mati terinfdeksi NPV mengandung 8 x 109 (4 x 109 – 2 x
1010) partikel polihedra.
No comments:
Post a Comment